Mengelola Air dari Rinjani

By , Senin, 21 April 2014 | 12:00 WIB
()

115 daerah aliran sungai (DAS) yang berhulu dari puncak Rinjani menjalar seperti urat nadi yang menyebar ke seluruh Lombok. DAS Renggung menjadi salah satu DAS prioritas yang dikelola bersama.

Ada 3,2 juta jiwa bergantung hidup pada punggungan gunung ini, air yang mengalir merupakan pesta mewah yang pantas disyukuri. Semenjak kehidupan mengalir di sana, Rinjani telah menjadi pusat kehidupan warga pulau Lombok.

Dua buah pipa logam seukuran pelukan orang dewasa menancap langsung ke dinding tebing.  Baut yang menyangkutkan pipa-pipa itu hampir sebesar kepalan tangan. Warnanya yang kecoklatan bercampur dengan karat, pertanda dimakan usia.

Kepala Dusun Nyeredep Desa Aik Bual Kecamatan Kopang, Lombok Tengah, NTB, Saparudin menceritakan kepada saya tentang air terjun yang dulu memancar dari tebing di mana pipa itu menancap. Menurutnya, air terjun Nyeredep dulunya terkenal sebagai lokasi wisata. Pengelolaannya pun saat itu masih dilakukan oleh desa.  Banyak pelancong datang dari berbagai wilayah di Lombok.

Walaupun tidak banyak penghasilan langsung yang didapat, tapi Saparudin senang karena banyak orang luar yang datang ke tempatnya. Kedatangan orang luar dianggap sebagai berkah. Interaksi sosial antara penduduk asli dengan pendatang dianggap mampu memicu perkembangan dan kemajuan.

Tapi pemerintah berencana lain, memberikan hak pengelolaannya kepada perusahaan air minum. “Mana mungkin kami menolak. Zaman itu tidak ada yang boleh bertentangan dengan pemerintah,” ungkapnya.

Upaya ini dikuti oleh kebijakan pemerintah Nusa Tenggara Barat. Melalui Perusahaan Daerah Air Minum, pemerintah menargetkan cakupan layanan air bersih hingga 57% pada 2015, dibanding 24,65% pada 2009. Di Lombok, target ini mencakup layanan di wilayah Kabupaten Lombok Timur, Lombok Tengah, Lombok Barat dan Kota Mataram.

Data resmi Pemerintah menyebutkan mata air di Pulau Lombok tersebar tidak merata.  Sebagian besar terdapat di daerah Narmada, Batukliang Utara, Aikmel, Motong Gading, Lingsar dan Pringgasela.

Mata air di air terjun Nyeredep adalah salah satu mata air dari total 107 mata air yang dimanfaatkan di Lombok. Banyak mata air yang belum diketahui oleh pemerintah, pengelolaannya masih dilakukan oleh warga.  Bahkan ada mata air yang tidak dikelola sama sekali.

Mata air menjadi bagian tidak terpisah dari pengelolaan daerah aliran sungai. “Masyarakat wajib ikut serta menjaga aliran air yang mencakup kawasan hutan dan luar kawasan hutan dari gangguan dan perusakan. Ini juga menjadi tanggung jawab kami memperbaiki kualitas lingkungan serta meningkatkan pendapatan petani melalui penerapan agro-forestry dan jasa lingkungan,” papar Zulkarnain.

Peraturan itu, kata Zulkarnain, juga menyangkut kewajiban menanam pohon serta memeliharanya bagi warga yang akan menikah, orang tua yang memiliki anak yang baru lahir serta semua warga yang memanfaatkan air bersih dari sumber mata air.

Pipa air di Dusun Nyeredep Desa Aik Bual, Kecamatan Kopang (Kredit: Syafrizaldi-FFI)

Menyisir mata air Nyeredep ke hilir, ke sebuah telaga jernih, embung Aik Bual. Menurut pendamping lapangan Fauna & Flora International di sana, Ahmad dan Johan, embung Aik Bual sudah ada sejak lama.

“Embung Aik Bual, sudah ada sejak keturunan kakek dulu,” ujar Zulkarnain. Pada tahun 1960-an embung ini diperluas dan perluasannya berlanjut hingga 70-an dan 80-an. Dinas Pekerjaan Umum membantu proyek perluasan embung itu.

Dulu, lanjutnya lagi, masyarakat sering melakukan doa tolak bala di pinggiran embung. Tapi mestinya, tolak bala juga harus diikuti dengan perlindungan mata air, atau setidaknya menanami hutan yang ada di bagian hulunya.

Pemerintah Desa Aik Bual mengelola hutan seluas 5 hektare di hulu embung. Hutan itu berada di tengah-tengah pemukiman warga.  Sudah ada larangan bagi warga untuk tidak menganggu hutan tersebut, termasuk juga melakukan perburuan satwa yang ada di dalamnya.

Masyarakat percaya, hutan yang mereka kelola tersebut menyediakan sumber air bagi kampungnya. Tidak hanya itu, air yang ditampung di dalam embung kemudian dialirkan ke sawah-sawah masyarakat di bagian hilir.

Zulkarnain, yang juga pembina kelompok Pengelola Mata Air (Permata) Desa Aik Bual menjelaskan hutan berfungsi seperti spon, menyerap air dan mengalirkan air secara perlahan. 

Dalam proses penyerapannya, hutan melepaskan air bersih dan ditampung oleh embung-embung, telaga atau langsung masuk ke sungai.

Kepala Dinas Kehutanan NTB, Andi Pramaria, menyambut baik gagasan pengelolaan air oleh masyarakat tersebut. Menurut dia, pada 2014 akan disusun peraturan daerah pengelolaan DAS.

Hutan di Lombok sudah dibagi menjadi hutan lindung, suaka alam dan hutan wisata, hutan produksi terbatas serta hutan produksi tetap. Total hutan yang dikelola di Lombok seluas 159.167,28 hektare.