Menurut model alternatif ini, makanan ini menyebabkan respons hormonal yang secara mendasar mengubah metabolisme kita. Secara spesifik, makanan ini mendorong penyimpanan lemak, penambahan berat badan, dan obesitas.
Ketika kita makan karbohidrat olahan, tubuh meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon. Ini, pada gilirannya, memberi sinyal pada sel-sel lemak untuk menyimpan lebih banyak kalori, meninggalkan lebih sedikit kalori yang tersedia untuk bahan bakar otot dan jaringan aktif metabolik lainnya.
Otak merasakan bahwa tubuh tidak mendapatkan energi yang cukup, yang pada gilirannya menyebabkan rasa lapar. Selain itu, metabolisme dapat melambat dalam upaya tubuh untuk menghemat bahan bakar. Dengan demikian, kita cenderung tetap lapar, bahkan ketika kita terus mendapatkan kelebihan lemak.
Baca Juga: Para Ilmuwan Temukan Lemak Pada Paru-paru Orang Kelebihan Berat Badan
Untuk memahami epidemi obesitas, kita perlu mempertimbangkan tidak hanya berapa banyak yang kita makan, tetapi juga bagaimana makanan yang kita makan memengaruhi hormon dan metabolisme kita. Karena menanggap bahwa semua kalori dari bebagai jenis makanan itu sama bagi tubuh, model keseimbangan energi melewatkan bagian penting dari teka-teki ini.
Adopsi model karbohidrat-insulin atas model keseimbangan energi memiliki implikasi radikal untuk manajemen berat badan dan pengobatan obesitas. Daripada mendesak orang untuk makan lebih sedikit, sebuah strategi yang biasanya tidak berhasil dalam jangka panjang, model karbohidrat-insulin menyarankan jalan lain yang lebih berfokus pada apa yang kita makan.
Menurut Ludwig, "mengurangi konsumsi karbohidrat cepat tecerna yang membanjiri pasokan makanan selama era diet rendah lemak mengurangi dorongan yang mendasari untuk menyimpan lemak tubuh. Akibatnya, orang-orang dapat menurunkan berat badan dengan lebih sedikit rasa lapar dan perjuangan."
Para peneliti dalam studi terbaru ini mengatakan bahwa penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menguji kedua model itu secara meyakinkan. Bahkan, menurut mereka, penelitian di masa depan mungkin bisa menghasilkan model baru yang lebih baik lagi, yang lebih sesuai dengan bukti-bukti ilmiah yang ada.
Baca Juga: Tinggal di Jakarta Meningkatkan Risiko Penyakit Diabetes, Mengapa?