Penelitian yang diterbitkan dalam Proceedings of the Royal Society A: Mathematical and Physical Sciences, menemukan bahwa model tersebut bekerja dengan baik ketika menggambarkan tren pengunduhan lagu seperti halnya ketika menggambarkan penyebaran penyakit melalui populasi.
“Ini menyiratkan bahwa banyak proses sosial yang mendorong penyebaran penyakit, atau analogi dari proses tersebut, mungkin juga mendorong penyebaran lagu. Lebih khusus lagi, ini mendukung gagasan bahwa musik dan penyakit menular bergantung pada koneksi sosial untuk menyebar melalui populasi. ujar Rosati.
“Jika Anda bersentuhan dengan seseorang yang sakit, maka Anda memiliki peluang tertentu untuk terkena penyakit itu. Jika dibandingan Dengan lagu, terlihat sangat mirip. Perbedaan terbesarnya adalah dengan lagu, manusia tidak harus melakukan kontak fisik.
Baca Juga: Seni yang Menyembuhkan: Upaya Tepis Krisis Mental Saat Pandemi
“Bisa jadi teman saya menggunakan lagu baru yang keren ini di Instagram mereka, jadi sekarang saya akan mendengarkannya juga,” kata Rosati.
Thomas Rawson, seorang pemodel penyakit di Imperial College London, mengatakan: “Ini adalah sesuatu yang sangat masuk akal, ketika Anda menganggap bahwa ucapan dari mulut ke mulut adalah sesuatu yang akan menular melalui orang lain , seperti halnya penyakit. Perbedaan utamanya adalah ada lebih banyak cara untuk menyebarkan musik.”
Tim Rosati juga menghitung angka reproduksi dasar (R0) – peringkat kemampuan penyakit untuk menyebar, dengan asumsi populasi tidak memiliki kekebalan melalui infeksi atau vaksinasi – untuk genre musik yang berbeda.