Warung Angkringan: Saluran Ruang Ekspresi Publik dalam Masyarakat Jawa

By Galih Pranata, Rabu, 22 September 2021 | 20:30 WIB
Karya berjudul 'Ngangkring'. Ukuran: 120 x 100 cm. Cat minyak pada kanvas. 'Angkringan Sebagai Tema Penciptaan Lukisan', Tugas Akhir Karya Seni, Program Studi Pendidikan Seni Rupa, Jurusan Pendidikan Seni Rupa dan Kerajinan, Fakultas Bahasa Dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta, 2015. (Agustina Bintarti/Universitas Negeri Yogyakarta)

Nationalgeographic.co.id—Saat waktu liburan tiba, jika Anda berkunjung atau sekedar mampir ke Solo atau Yogyakarta, tentu anda tidak akan asing dengan tempat makan khas Jawa, angkringan. Lebih dari tempat makan, ia menjadi tempat berkumpulnya masyarakat dari berbagai elemen, menikmati santapan sembari berbagi cerita.

Agustina Bintarti mengungkapkan dalam tugas akhir karya seninya bahwa suasana angkringan pada malam hari di Yogyakarta telah memikat hatinya untuk menjadikannya tema penciptaan lukisan. Dia melukis adegan suasana malam di beberapa angkringan di Yogyakarta, yang sebagian karyanya bisa disaksikan dalam kisah ini. Dia menyebut gaya lukisannya “Realisme Impresionistik”.

“Angkringan banyak terdapat di sudut sudut kota Yogyakarta dan identik dengan masyarakat kecil,” tulisnya. “Kehidupan dalam angkringan di Yogyakarta pada saat malam hari menarik untuk dijadikan objek penciptaan lukisan.”

Agustina menyusun tugas akhirnya bertajuk Angkringan Sebagai Tema Penciptaan Lukisan, yang telah diujikan untuk Program Studi Pendidikan Seni Rupa, Jurusan Pendidikan Seni Rupa dan Kerajinan, Fakultas Bahasa Dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta pada 2015.

Seasana apa yang membuat Agustina betah saat bersantap di angkringan? "Perasaan suka, sedih yang kemudian menjadi senang, nyaman, lega, seperti rindu yang tercurahkan, ya semua bercampur," ujarnya kepada National Geographic Indonesia. "Ditambah bersama kawan atau orang-orang terdekat yang menjadikan semangat baru—dan yang jelas merakyat."