Nationalgeographic.co.id - Viral, secara definisi di Oxford Dictionary bisa berarti dua hal yaitu istilah pada sesuatu yang dikirim atau tersebar dan diketahui secara luas di internet, dan kata sifat yang merujuk pada hal yang menyerupai atau yang disebabkan oleh virus seperti dalam konteks penyebarannya.
Istilah pertama dari viral dapat kita jumpai lewat kabar, video, foto, hingga musik di internet. Bahkan penggunaan kata 'viral' menjadi acuan utama dalam judul kiriman internet, demi bisa menarik orang.
Dalam laporan di Jurnal Manajemen dan Pasar (2019) berjudul Perilaku Sharing Konten Online: Faktor Individual dan Pengaruh Moderasi Faktor Situasional, mengungkap ada tiga hal yang membuat sesuatu menjadi viral di internet.
Para peneliti dari Fakultas Ekonomi Universitas Airlanga menulis, pertema adanya kebutuhan untuk menjadi bagian dari sebuah kelompok atau inklusi. Kedua, adanya afeksi atau apresiasi dan perhatian pada anggota lain. Terakhir, kebutuhan untuk mengerahkan kekuatan dalam lingkungan sosial.
"Jadi ketika kita menggunakan media sosial dan saling terhubung dengan pengguna lain, kemudian kita memberikan apresiasi atau merespons suatu konten online, dan menimbulkan motivasi personal, maka itu akan mendorong kita untuk membagikan konten tersebut kepada orang lain," Yessy Artanti dan Sri Hartini, penulis penelitian menyimpulkan.
Viralnya suatu konten rupanya memiliki pola yang sangat mirip dengan penyebaran virus yang sebenarnya. Penelitian ini diungkap dalam jurnal Proceedings of the Royal Society A, Rabu (22/09/2021) berjudul Modelling song popularity as a contagious process.
Para peneliti mengumpulkan data terkait lagu-lagu viral, sejak musik streaming ramai digunakan seperti pengunduhan lewat ponsel lawas. Data itu mencakup pengunduhan lagu di ponsel Nokia antara tahun 2007 hingga 2014.
Baca Juga: Apa Itu Musik Dansa Disko, Bagaimana Asal Mula Terbentuknya?
"Lagu-lagu populer sering digambarkan sebagai 'viral' atau 'menarik' seolah-olah bisa 'menular' pada prang; mungkin deskripsi ini lebih tepat daripada yang telah diketahui sebelumnya," tulis para peneliti yang dipimpin Dora P. Rosati dari McMaster Institute for Music and the Mind, Kanada.
"Faktanya, rangkaian waktu unduhan untuk banyak lagu populer yang kami kaji dalam penelitian ini memiliki bentuk yang mirip dengan rangkaian waktu untuk penyakit menular."
Lagu ternyata benar-benar 'menular', mereka melompat dari satu pengguna ke pengguna lain dengan cara yang mirip dengan patogen virus. Lagu menular seperti model susceptible-infectious-recovered (SIR), dan membentuk kurva seperti epidemi yang dapat membantu menjelaskan mekanisme sosial tentang penyebaran penyakit dan lagu, terang para peneliti.
Jika dijabarkan, model SIR berarti ada beberapa orang yang rentan terhadap virus dan lagu viral. Kemudian, apa bila ada lagu viral 'ditularkan' dalam populasi, mereka yang langsung terpapar bisa menjadi 'terinfeksi'. Kemudian dalam suatu waktu, mereka 'sembuh' (recovered) dari lagu tersebut.
"Seseorang telah 'sembuh' dari sebuah lagu ketika mereka tidak lagi aktif mendengarkan lagu tersebut dan menyebakarnannya kepada orang lain," terang para peneliti.
Baca Juga: Borobudur, Jejak Persaudaraan Lintas Bangsa dalam Ekspresi Bermusik
Rosati dan tim menyimpulkan bahwa suatu lagu menjadi viral atau 'menular' mungkin disebabkan sifat bawaan dalam lagu. Tetapi dengan penelitian seperti ini, mereka mengungkap bahwa struktur komunitas juga mempengaruhi popularitas sebuah lagu.
Para peneliti juga membandingkan berbagai genre lagu untuk diidentifikasi terkait jenis pengunduhan dan perilaku berbagi musik di antara penikmat. Hasilnya, meski lagu Pop dianggap populer--yang semestinya 'pop' merujuk pada populer--nyatanya di Inggris Raya, lagu dengan genre Elektronik paling cepat mendapatkan popularitas dan menyebar, dalam pengamatan mereka.
Mereka awalnya berasumsi penikmat genre Elektronik sebagai komunitas yang lebih rentan terhadap earworm. Komunitas ini lebih khusus terhubung sama erat tiap individunya, sehingga dalam pengamatan para peneliti, lagu yang menarik bagi mereka akan berpindah lebih cepat dari Pop.
Baca Juga: Earworm: Saat Lagu Terngiang di Kepala meski Kita Tak Menyukainya
Hasilnya, lagu-lagu hit dari genre tersebut meleweati epidemi yang lebih pendek dan lebih cepat. "Artinya lagu-lagu ini tampaknya mendapatkan popularitas yang lebih cepat daripada genre lain, dan membakar populasi rentan mereka lebih cepat," terang para peneliti.
Para peneliti mengibaratkannya dengan penyebaran komunitas yang saling terikat erat dalam virus pandemi. Yakni, awalnya ditularkan dari interaksi sosial, kemudian kumpulan individu rentan habis termakan virus, dan berujung pada puncak penularan yang menurun.
"Pada akhir epidemi penyakit, sebagian besar populasi akan terinfeksi penyakit ini," para penulis menjelaskan, "sedangkan pada akhir periode popularitas ekstrem lagu hit, sebagian besar populasi akan mengenali lagu itu."
Rosati dan tim menambahkan, penelitian ini bisa menjadi cara ampuh untuk menganalisis tren pengunduhan musik, dan mempelajari cara untuk mendorong popularitas suatu lagu. Dan diharapkan, penelitian dengan model SIR sederhana ini juga bisa dilakukan lebih dalam, tidak hanya pada penularan penyakit, tetapi juga musik.
Baca Juga: Seni yang Menyembuhkan: Upaya Tepis Krisis Mental Saat Pandemi