Belakangan ini Boko Haram, kelompok garis keras di Nigeria, Afrika Barat, semakin agresif dan intensif melakukan pembunuhan, cenderung brutal, dan tanpa pandang bulu. Kelompok ini berkembang menjadi mesin pembunuh paling aktif dan contoh paling nyata bahaya radikalisme terhadap negara.
Mereka mengebom, menembak, membantai, dan menculik warga sipil atau militer. Lokasi sasaran mulai dari pasar, asrama, kantor pemerintah, sekolah, rumah sakit, tempat ibadah, bank, terminal bus, pos polisi, barak militer, serta kantor lembaga asing.
Kekerasan sengaja diarahkan ke pusat keramaian untuk menelan korban sebanyak-banyaknya. Kekerasan demi kekerasan terjadi hampir tiap minggu sejak Boko Haram melakukan serangan pertama, Juni 2009. Saat itu mereka menyerbu barak militer, markas polisi, dan kantor pemerintah di Maiduguri, dan kota-kota lain di Nigeria utara.
Aksi Boko Haram itu ditumpas dengan operasi militer skala besar. Pertempuran menewaskan 800 orang, sebagian besar adalah militan, termasuk pemimpin Boko Haram, Ustaz Muhammad Yusuf.
Peristiwa itu menjadi awal malapetaka besar yang melanda Nigeria. Tidak terbayangkan, hingga April lalu, aktivis hak asas manusia internasional mencatat hampir 5.000 orang tewas di tangan salah satu sayap Al Qaeda yang paling brutal di Afrika ini. Amerika Serikat tahun lalu menetapkan Boko Haram sebagai teroris berbahaya.
Aksi kekerasan mematikan semakin intensif sejak Abubakar Shekau menggantikan Muhammad Yusuf. "Saya menikmati membunuh siapa pun, sama seperti saya menikmati menyembelih ayam dan domba jantan," kata Shekau dalam klip videonya, seperti dirilis BBC.
Video itu dirilis setelah Boko Haram menewaskan lebih dari 180 orang di Kano, kota terbesar di utara, Januari 2012. Pernyataan serupa diulangi Shekau setelah komunitas internasional mengecam penculikan 279 gadis remaja dari SMP Chibok, dan kekerasan terbaru di Borno.
Oluwaseun Bamidele dalam Journal of Sustainable Development in Africa (Volume 14, Nomor 1, 2012) mengatakan, Nigeria layak disebut "negara gagal" seperti Somalia, Afganistan, Irak, Pakistan, dan Yaman. Hal ini karena teroris beroperasi bebas dan merencanakan serangan dengan senjata canggih.
Target serangan
Target utama serangan Boko Haram adalah masyarakat penganut budaya, tradisi, dan keyakinan Barat. Itu sebabnya mereka aktif menyerang sekolah dan asrama berbau Barat.
Target kedua adalah siapa saja yang menentang dan bersikap kritis terhadap tindakan, perkataan, ajaran, dan ideologi Boko Haram. Target ini merupakan bagian dari agenda pemurnian menurut versi Boko Haram. Tak heran, alim ulama dan masjid yang menyuarakan persatuan, perdamaian, serta menentang aksi brutal dan penyimpangan ajaran Islam oleh Boko Haram tak luput jadi target serangan.
Banyak ulama atau tokoh Muslim dibunuh. Salah satu contoh, Ibrahim Birkuti, ulama yang terkenal bersikap kritis terhadap Boko Haram, ditembak mati dua anggota kelompok garis keras itu di Biu, kota kecil di Borno, 6 Juni 2011.
Semua serangan itu dilakukan untuk mengintimidasi kelompok yang menganggap cara yang dilakukan Boko Haram melenceng dari ajaran Islam. Namun, kelompok ekstremis ini eksis karena didukung kekuatan politik radikal kaya untuk kepentingan mereka.
Hukum seolah tidak berdaya, pemerintah serta aparat keamanan terkesan tidak mampu mengatasinya. Sementara itu, Boko Haram semakin kuat, tidak saja dari sumber daya manusia, tetapi juga persenjataan.
Kini, Boko Haram menjadi contoh pembiaran gerakan radikal yang lambat laun terbukti merusak negara. Pemerintah dinilai tidak tanggap ketika Mohammad Yusuf mendirikan Boko Haram pada 2002 setelah sebelumnya diusir dari dua masjid di Maiduguri oleh para ulama karena dinilai menyebarkan pandangan radikal.
Para sarjana dari berbagai disiplin ilmu mencoba melihat akar penyebab sebagai kunci untuk memahami mengapa aksi teror termasuk yang dilakukan Boko Haram ini.
Bloom, M (Foreign Policy Agenda: US Department of State, 12 (5): 16-19, 2007) menyebutkan, akar penyebab terorisme antara lain lemahnya penegakan hukum dan peran negara, pemerintahan korup, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial.
Eke Chijioke Chinwokwu dari Federal University Lafia Nasarawa State, Nigeria, menyebut, pengangguran, kemiskinan absolut, munculnya elite pribumi baru, pelanggaran hukum eksekutif, dan marjinalisasi menjadi penyebab lainnya.
Boko Haram menggunakan kemiskinan dan ketidakpuasan kepada pemerintah untuk menarik kaum muda bergabung dengan mereka. Dasar dari tata pemerintahan yang baik haruslah dibangun di atas aturan hukum, kesetaraan, dan keadilan.