Nationalgeographic.co.id—Para astronom telah menemukan ‘rongga raksasa’ di ruang angkasa saat mempelajari peta 3-D dari awan gas dan debu pembentuk bintang di dekatnya. Rongga berbentuk bola selebar 500 tahun cahaya ini, membentang sekitar 150 parsec, dan terletak di antara gugusan gas pembentuk bintang, atau awan molekul, di konstelasi Perseus dan Taurus.
Tim peneliti yang menemukan rongga tersebut percaya bahwa itu mungkin telah dibuat ketika sebuah bintang menjadi supernova di sekitarnya sekitar 10 juta tahun yang lalu. Ledakan bintang yang luar biasa ini telah mendorong gas keluar dari wilayah tersebut, membentuk rongga dan "Perseus-Taurus Supershell" dari bintang-bintang yang mengelilinginya.
"Ratusan bintang sedang terbentuk atau sudah ada di permukaan gelembung raksasa ini," kata seorang peneliti postdoctoral di Institute for Theory and Computation (ITC) di Center for Astrophysics (CfA), Shmuel Bialy, dalam siaran pers.
"Ini menunjukkan bahwa ketika sebuah bintang mati, supernovanya akan menghasilkan rangkaian peristiwa yang pada akhirnya dapat mengarah pada kelahiran bintang baru," tambahnya.
Bialy, adalah penulis utama sebuah studi yang merinci penemuan ini dan telah diterbitkan dalam Astrophysical Journal Letters pada 22 September 2021 berjudul The Per-Tau Shell: A Giant Star-forming Spherical Shell Revealed by 3D Dust Observations.
Ia bersama timnya tersebut memiliki teori alternatif tentang bagaimana kekosongan ini bisa diciptakan, juga melibatkan supernova.
Baca Juga: Pertanyaan Sains: Apakah Manusia Bisa Bermain Yo-yo di Luar Angkasa ?
"Kami memiliki dua teori—salah satu supernova meledak di inti gelembung ini dan mendorong gas keluar membentuk apa yang sekarang kita sebut 'Perseus-Taurus Supershell,' atau serangkaian supernova yang terjadi selama jutaan tahun yang menciptakannya dari waktu ke waktu." Kata Bialy.
Berdasarkan temuan tersebut, tim peneliti menyimpulkan bahwa awan molekuler Perseus dan Taurus bukanlah struktur independen di luar angkasa. Tapi sebaliknya, mereka terbentuk bersama dari gelombang kejut supernova yang sama. Hal ini menandakan bahwa supernova menghasilkan urutan peristiwa yang pada akhirnya dapat menyebabkan kelahiran bintang baru.
Dilansir dari Tech Explorist, Profesor Harvard dan astronom CfA Alyssa Goodman berkata, "Anda bisa membuat alam semesta melayang di atas meja dapur Anda."
Baca Juga: Aduh! Air Minum di Stasiun Luar Angkasa Internasional Tercemar Bakteri
Pernyataan Profesor Harvard tersebut terkait dengan visualisasi peta 3D yang telah berhasil dibuat oleh peneliti dan tersedia secara umum dalam augmented reality. Siapa saja dapat berinteraksi dengan visualisasi rongga dan awan molekul ini di sekitarnya, hanya cukup memindai kode QR di kertas dengan ponsel mereka.
Para astronom dapat melihat awan selama beberapa dekade, tetapi mereka tidak yakin tentang bentuk, kedalaman atau ketebalan, dan jarak yang tepat. Berkat data terbaru dari Gaia inilah mereka bisa membuat peta 3D gelembung dan awan di sekitarnya. Peta tersebut pun mewakili pertama kalinya awan molekuler yang dipetakan dalam bentuk 3D. Peta 3D ini memungkinkan mereka untuk dapat mengetahui di mana awan berada dengan ketidakpastian hanya 1 persen. Peta ini juga memungkinkan mereka untuk melihat kekosongan di antaranya.
Tim peneliti menggunakan data perangkat lunak visualisasi Glue untuk membuat peta awan molekuler.
Baca Juga: Tiongkok Mau Bikin Pesawat Luar Angkasa Sepanjang Satu Kilometer
“Kami membutuhkan catatan penemuan ilmiah yang lebih kaya. Dan makalah ilmiah saat ini bisa melakukan jauh lebih baik. Semua data dalam makalah ini tersedia secara online — di Dataverse Harvard — sehingga siapa pun dapat mengembangkan hasil kami.” Kata Prof. Harvard.
"Ketika saya masih mahasiswa pascasarjana, pada 1980-an, saya tidak pernah bermimpi bahwa saya akan melihat peta nyata, 3D, awan pembentuk bintang. Bahkan awan terdekat berjarak ratusan tahun cahaya. Kecepatan warp Star Trek tidak ada, kami tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk 'terbang di sekitar mereka' dan memetakannya dalam 3D," kata Goodman kepada Newsweek.
"Sebaliknya, komputer dan teleskop menjadi sangat bagus sehingga kita dapat menggambarkan awan ini dengan matematika.” pungkasnya.
Baca Juga: Pulpen Antariksa Itu Nyata, Bisa Dipakai untuk Menulis di Luar Angkasa