Survei Indeks Kebahagiaan Indonesia ini yang pertama kali dilakukan BPS. Hal ini merupakan inisiatif BPS sebagai usaha menangkap dinamika negara-negara dunia.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmita Hadi Wibowo menyatakan, survei pengukuran kebahagiaan baru pertama kali dilakukan BPS. Dengan demikian, masih belum solid secara metodologi.
“Kami baru uji coba. Perlu dicari variabel yang paling pas,” kata Sasmita.
Jika survei indeks kebahagiaan BPS diperlukan dan digunakan, BPS akan melanjutkan dengan terus melakukan penyempurnaan.
Kepala Lembagai Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Sonny Harry Budiutomo Harmadi menyatakan, indeks kebahagiaan pada dasarnya penting sebagai salah alat ukur keberhasilan pembangunan.
Alasannya, selama ini ukuran yang ada dimonopoli ukuran normatif ekonomi, di antaranya tingkat pendapatan, pendidikan, dan kesehatan yang dirangkum menjadi indeks pembangunan manusia.
Indeks kebahagiaan, kata Sonny, belum ada ukuran baku. Namun paling tidak itu hisa diartikan terpenuhinya ekspektasi manusia dan kestabilan hidup yang tercapai. Ekspektasi tiap orang berbeda-beda.
Ia menambahkan, indeks kebahagiaan dibentuk oleh ukurang yang bersifat material dan immaterial. Masing-masing harus dibuat indeks. “Kalau kontribusi indeks material lebih besar, maka kebahagiaan masih identik dengan kesejahteraan,” ungkap Sonny.
Ia juga mengatakan, terlepas dari masih belum solidnya metodologi BPS, indeks kebahagiaan perlu. Salah satunya untuk dijadikan dasar kebijakan pemerintah. Idealnya, hal ini dilekatkan pada target pembangunan pemerintah.