Orang Indonesia Paling Bahagia: Saat Tinggal di Kota, Berpendapatan Tinggi, Berkeluarga

By , Selasa, 3 Juni 2014 | 14:40 WIB

Menurut hasil Indeks Kebahagiaan Indonesia yang baru saja dilansir Badan Pusat Statistik (BPS), dibuktikan orang Indonesia cenderung bahagia. Yang paling bahagia adalah yang penduduk kota, yang berpendidikan dan berpendapatan baik serta berkeluarga.

Indeks Kebahagiaan Indonesia pada tahun 2013 adalah 65,11 dari skala 0-100.

Jadi bagaimana jenis orang Indonesia yang paling bahagia? Menurut survei BPS itu tingkat kebahagiaan tertinggi dicapai manusia yang berpendidikan tinggi, tinggal di kota, berpendapatan tinggi, berkeluarga dengan anak dua, serta pada kelompok umur 17 hingga 24 tahun.

Survei ini dilakukan oleh BPS pada 2013 dengan responden berjumlah 10.000 rumah tangga — terdiri dari domisili desa dan kota, laki-laki dan perempuan, suami-istri, dan berbagai tingkat pendidikan ataupun yang tidak pernah sekolah.

Anis, 5 tahun, bermain di atas tumpukan padi yang baru di panen bersama adiknya Johan, 3 tahun. Setiap musim panen di Desa Batu Jaya, Karawang, Jawa Barat, semua anggota keluarga turun ke sawah bersuka ria menyambut hasil panen. (Feri Latief).

Kepala BPS Suryamin dalam keterangan pers di Jakarta, Senin (2/6) menyatakan, indeks kebahagiaan merupakan rata-rata angka indeks setiap individu. Nilai indeks 100 merefleksikan keadaaan sangat bahagia dan sebaliknya, 0 merefleksikan keadaan sangat tidak bahagia.

Kebahagiaan diukur dari kepuasan terhadap sepuluh domain kehidupan yang dianggap esensial; meliputi pekerjaan, pendapatan rumah tangga, kondisi rumah dan aset, pendidikan, kesehatan, keharmonisan keluarga, hubungan sosial, ketersediaan waktu luang, kondisi lingkungan, kondisi keamanan.

Hasil survei menyebutkan indeks kebahagiaan penduduk desa adalah 64,32, sedangkan penduduk kota adalah 65,92.

!break!

Dari aspek pendapatan, indeks kebahagiaan tertinggi umumnya dirasakan rumah tangga yang berpendapatan di atas Rp7,2 juta per bulan, yakni 74,64. Indeks kebahagiaan terendah dirasakan rumah tangga berpendapatan maksimal Rp1,8 juta per bulan.

Anak-anak yang bermukim di bantaran kali, Kampung Pulo Jakarta, mandi sambil bermain di kali. Potret buruk pelayanan sanitasi dan kualitas air di negara, terutama di wilayah ibukota Jakarta. (Gloria Samantha/NGI)

Dari aspek pendidikan, indeks kebahagiaan tertinggi dirasakan tamatan S-2 dan S-3, yakni 75,58. Sedangkan terendah adalah yang tidak pernah sekolah, yakni 61, 69.

Dari kelompok umur, indeks kebahagiaan tertinggi dirasakan kelompok umur 17-24 tahun. Terendah adalah kelompok 65 tahun ke atas.

Dari status perkawinan, ditemukan indeks kebahagiaan tertinggi pada mereka yang menikah, yakni 65,31. Terendah dirasakan oleh mereka yang cerai hidup.

Indeks kebahagiaan pada rumah tangga yang terdiri atas empat orang adalah yang tertinggi, yakni 65,90. Terendah adalah yang lajang, yakni 62,32.

!break!

Uji coba pertama

Survei Indeks Kebahagiaan Indonesia ini yang pertama kali dilakukan BPS. Hal ini merupakan inisiatif BPS sebagai usaha menangkap dinamika negara-negara dunia.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmita Hadi Wibowo menyatakan, survei pengukuran kebahagiaan baru pertama kali dilakukan BPS. Dengan demikian, masih belum solid secara metodologi.

“Kami baru uji coba. Perlu dicari variabel yang paling pas,” kata Sasmita.

Jika survei indeks kebahagiaan BPS diperlukan dan digunakan, BPS akan melanjutkan dengan terus melakukan penyempurnaan.

Kepala Lembagai Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Sonny Harry Budiutomo Harmadi menyatakan, indeks kebahagiaan pada dasarnya penting sebagai salah alat ukur keberhasilan pembangunan.

Alasannya, selama ini ukuran yang ada dimonopoli ukuran normatif ekonomi, di antaranya tingkat pendapatan, pendidikan, dan kesehatan yang dirangkum menjadi indeks pembangunan manusia.

Indeks kebahagiaan, kata Sonny, belum ada ukuran baku. Namun paling tidak itu hisa diartikan terpenuhinya ekspektasi manusia dan kestabilan hidup yang tercapai. Ekspektasi tiap orang berbeda-beda.

Ia menambahkan, indeks kebahagiaan dibentuk oleh ukurang yang bersifat material dan immaterial. Masing-masing harus dibuat indeks. “Kalau kontribusi indeks material lebih besar, maka kebahagiaan masih identik dengan kesejahteraan,” ungkap Sonny.

Ia juga mengatakan, terlepas dari masih belum solidnya metodologi BPS, indeks kebahagiaan perlu. Salah satunya untuk dijadikan dasar kebijakan pemerintah. Idealnya, hal ini dilekatkan pada target pembangunan pemerintah.