Gerakan Perlawanan Haji Misbach: Islam Merah dan Komunis Hijau

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Rabu, 29 September 2021 | 19:06 WIB
Haji Misbach ketika menjabat sebagai ketua buletin Medan Moeslimin. Lewat surat kabar ini, dia menyebarkan gagasannya tentang Islam dan komunisme adalah paham yang seiringan. (Syarikat Islam)

Lewat cara inilah dia berperan sebagai penyebar propaganda untuk melakukan perlawanan. Haji Misbach akan bergerak apa saja sebagai Islam dan komunis sejati, setelah sebelumnya didepak HOS Cokroaminoto dari SI. Baginya, komunis yang ingin melenyapkan Islam bukanlah komunis sejati, dan begitu juga sebaliknya.

Sebenarnya, pergerakan komunisme Islam yang dilakukan Haji Misbach sudah dimulai sejak 1914 ketika mengikuti Inlandsche Journalisten Bond (IJB) yang didirikan Marco Kartodikromo. Ia pun mulai menerbitkan surat kabar Medan Moeslimin dan Islam Bergerak, dan mendirikan perkumpulan mubalig reformasi STAV (Sidiq, Tabligh, Amanah, dan Vathonah).

Dia bahkan menjadi wakil ketua Perkoempoelan Kaoem Boeroeh dan Tani (PKBT) di Surakarta. Selanjutnya bersama para pimpinan Centraal Sarekat Islam (CSI) pada 15 Februari 1919 seperti Marco dan Semaun, mengaktifkan kembali SI Surakarta, dan menjadi wakil ketuanya.

Baca Juga: Mengenang G30S, Bagaimana Reaksi Media Asing Saat Peristiwa Ini Terjadi?

Barak di kamp interniran di Tanahtinggi, Boven Digoel, sekitar 1928. (KITLV)

Kegiatannya pun membuatnya pernah ditangkap pada 7 Mei 1919 oleh kepolisian, dengan tuduhan provokator dan penebar kebencian terhadap pemerintah. Tidak kapok, setelah bebas, setahun berikutnya ia menjadi propagandis di SI Kebumen, dan SI Desa Ampih Kebumen, untuk mengadakan pemogokan.

Lagi-lagi, dia diperiksa kepolisian pada 8-11 September 1920, dan dipenjara selama dua tahun tiga bulan. Setelah bebas ia kembali bergaul dengan kalangan Muhammadiyah seperti Fachruddin yang tidak berlangsung lama, sebab Maret 1923 bergabung dengan PKI dan SI Merah.

Selain itu, alasannya memilih bergerak bersama kalangan komunis karena memandang SI dan Muhammadiyah, sebagai gerakan Islam, tidak cukup berani melawan kolonialisme Belanda.

"Hal ini membuat Haji Misbach memiliki keinginan untuk bergabung dengan komunisme dari segi positifi dalam memperjuangkan 'kebebasan' atau teori 'tanpa kelas;," terang Kuswono dan tim.

PKI dan SI Merah yang baru terbentuk itu membuat pemerintah kolonial tidak senang. Aktivitas Haji Misbach sebagai propagandis, membuatnya ditangkap pada 20 Oktober 1923 bersama rekannya, di Semarang. Dia bersama teman-temannya, dibuang ke Manokwari.

Baca Juga: Awal Mula Pemberontakan Buruh Tambang Batu Bara Sawahlunto 1927

Penulis Mas Marco Kartodikromo dan istri di kamp interniran di Tanamerah, Boven Digoel. pergerakan komunisme Islam yang dilakukan Haji Misbach sudah dimulai sejak 1914 ketika mengikuti Inlandsche Journalisten Bond (IJB) yang didirikan Marco. (KITLV)

"Pembuangan Haji Misbach ini tidak lebih dikarenakan bentuk dari kediktatoran penguasa kolonial," terang Beky. Di Manokwari, ia mendirikan Sarekat Ra'jat Manokwari yang berjumlah 20 orang meski dibayang-bayangi aktivitas kepolisian.

"Di antara tahun 1924-1925 selama berada di pembuangan, Haji Misbach tetap aktif menulis artikel di Medan Moeslimin, yang khususnya membahas tentang hubungan antara komunisme dengan Islam," lanjutnya.

Dia terserang TBC yang mewabah di Manokwari. Dia sempat memohon pemerintah kolonial agar dibawa ke Belanda untuk mendapatkan perawatan. Ketika izin diberikan, ia mengurungkan niatnya ketika istrinya meninggal akibat penyakit yang sama pada September 1925.

Dia memilih menetap dan melanjutkan perjuangan Manokwari, hingga akhir hayatnya pada 24 Mei 1926. TBC itu pula yang menggerogoti tubuhnya yang tengah berjuang melawan kolonialisme.

Baca Juga: Bagaimana Komunisme dan Sosialisme Menjadi Hal yang Berbeda?