Adanya Bias Mengerikan Membuat Kita Meremehkan Rasa Sakit Orang Miskin

By Utomo Priyambodo, Rabu, 29 September 2021 | 12:00 WIB
Ilustrasi orang miskin sakit hanya pakai koyo. (Zika Zakiya)

Seorang pelayan, misalnya, biasanya dianggap kurang sakit daripada pengacara. Dan itu terbukti benar tidak peduli jenis kelamin atau ras pasien yang bersangkutan.

"Hanya mengetahui status sosial ekonomi teman atau orang asing (yang menurut penelitian dapat dengan mudah disimpulkan dari isyarat verbal dan nonverbal yang halus) dapat memengaruhi seberapa banyak rasa sakit yang dikaitkan dengan mereka dan oleh karena itu seberapa banyak dukungan yang ditawarkan," ujar psikolog Kevin Summers dari University of Denver, seperti dikutip dari PsyPost.

Misalnya, Summers mencontohkan, seorang pejalan kaki lebih mungkin mengabaikan orang asing dengan status soal ekonomi rendah yang jatuh di trotoar. Atau juga seorang teman lebih mungkin hanya menyarankan agar temannya yang status sosial ekonominya lebih rendah untuk 'menangani' cederanya sendiri daripada mencari perawatan medis. Selain itu bos Anda lebih mungkin untuk memberikan waktu istirahat atau membayar kompensasi yang lebih sedikit atau lebih rendah kepada karyawan dengan status sosial ekonomi yang lebih rendah saat karyawan tersebut terluka atau sakit.

Tentu saja, itu adalah contoh dunia nyata. Sementara penelitian itu sendiri dilakukan di laboratorium, sebagaimana dilansir Science Alert.

Baca Juga: Tidak Setara, WHO Serukan Penundaan Dosis Vaksin Tambahan Negara Maju

Suasana pagi di Kampung Joyoboyo Belakang. Kampung ini menempati tapak Stasiun Trem Wonokromo tinggalan Staatspoorwegen. (Mahandis Yoanata Thamrin/National Geographic Indonesia)

Penelitian lebih lanjut akan diperlukan untuk menentukan bagaimana eksperimen sederhana dalam penelitian terbaru ini diterjemahkan menjadi kunjungan dokter yang sebenarnya atau kejadian darurat. Namun hasil penelitian ini telah memberi kita indikasi adanya bias yang mengerikan.

Penelitian ini dimulai dengan tes sederhana untuk melihat bagaimana seseorang menilai rasa sakit orang lain ketika mereka hanya menyadari status sosial ekonomi mereka. Percobaan pertama melibatkan 126 peserta yang melihat dan menilai sensitivitas nyeri yang dirasakan di 18 skenario nyeri untuk 20 subjek pria kulit putih –diwakili oleh gambar netral wajah mereka dan informasi tentang pekerjaan mereka.

Mereka yang memiliki pekerjaan berpenghasilan rendah dan tingkat pendidikan yang lebih rendah umumnya dinilai merasakan sakit yang lebih kecil daripada mereka yang seolah-olah memegang pekerjaan berpenghasilan tinggi dan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, bahkan ketika mereka dikatakan melukai diri mereka sendiri dengan cara yang sama persis.