Angka itu masih di atas standar yang ditetapkan oleh WHO bahwa prevalensi stunting di suatu negara tak boleh melebihi 20 persen. Oleh karena itu Presiden Jokowi pernah menyampaikan bahwa pemerintah memiliki target untuk menurunkan prevalensi stunting menjadi 14% pada tahun 2024.
Permasalahan stunting pada anak di Indonesia ini bukanlah tanggung jawab pemerintah semata, tetapi juga publik secara umum. Bahkan, masalah stunting anak ini bukan hanya tanggung jawab para orang tua, melainkan juga para remaja.
Ahli gizi Rita Ramayulis mengatakan bahwa gagal tumbuh kembang anak di 1.000 hari usia pertamanya bukanlah kejadian yang hanya melibatkan peran atau pengaruh dari perilaku ibu hamil, ibu menyusui, maupun anak itu tersebut. "Keadaan stunting itu adalah keadaan siklus," ujar Rita dalam acara bedah buku Cegah Stunting Sebelum Genting: Peran Remaja Dalam Pencegahan Stunting yang diadakan secara daring pada Jumat, 1 Oktober 2021.
Baca Juga: Cegah Stunting, Penguin Edukasi Warga Karawang Tentang Pentingnya Air Bersih
"Keadaan hari ini akan menentukan keadaan-keadaan berikutnya," ucap Rita.
Ia merinci bahwa remaja yang malnutrisi, jika tidak diperbaiki, akan menjadi ibu hamil yang malnutrisi. Ibu hamil yang malnutrisi kemudian melahirkan bayi yang malnutrisi. Bayi yang malnustrisi ini kemudian akan menjadi anak yang stunting.
"Jadi, remaja hari ini memang harus punya peran besar terhadap perubahan yang harus dia lakukan, perubahan untuk dirinya sendiri," tegas Rita.
Baca Juga: Perubahan Iklim: Permasalahan yang Memicu Krisis Kesehatan Masyarakat
Rita mengatakan bahwa remaja Indonesia saat ini masih memiliki banyak permasalahan terkait gizi. Sebagai contoh, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 oleh Kementerian Kesehatan, 32% remaja di Indonesia mengalami anemia. Itu artinya, 3 sampai 4 dari 10 remaja di negeri ini menderita kekurangan sel darah merah. Sebagian besar kondisi ini diakibatkan oleh kekurangan zat besi atau anemia defisiensi besi.
Kemudian, masih dari sumber data yang sama, 25,7% remaja berusia 13-15 tahun di Indonesia memiliki status gizi pendek dan sangat pendek, sementara 26,9% remaja berusia 16-18 tahun memiliki status gizi pendek dan sangat pendek. Selain itu, 8,7% remaja berusia 13-15 tahun di Indonesia memiliki status gizi kurus dan sangat kurus, dan 8,7% remaja berusia 16-18 tahun memiliki status gizi kurus dan sangat kurus.
Baca Juga: Cegah Stunting, Penguin Edukasi Warga Karawang Tentang Pentingnya Air Bersih