Sistem rudak Buk yang dicurigai telah digunakan untuk menembak jatuh pesawat Malaysia Airlines MH17 yang melayang di ketinggian 33.000 kaki atau lebih dari 10 kilometer dianalisis oleh beberapa pakar persenjataan dunia.
Penasihat Kementerian Dalam Negeri Ukraina Anton Gerashchenko meyakini, teroris mengoperasikan sistem rudal Buk untuk menjatuhkan MH17. Hal ini mengingat daya jangkaunya sehingga bisa mencapai pesawat pada ketinggian tersebut.
Para pengamat persenjataan militer mengesampingkan kemungkinan pesawat ditembak peluncur rudal bahu yang terkadang digunakan kelompok pemberontak dan separatis.
Menurut para ahli, jangkauan peluncur roket panggul sejenis RPG tidak memungkinkan menjangkau MH17. Daya jangkau maksimal peluncur bahu hanya sekitar 1,5 kilometer.
"Ketinggian jelajah normal pesawat penumpang sipil di luar daya jangkau sistem pertahanan udara portabel, yang kita lihat sedang dikembangkan di tangan pemberontak di timur Ukraina," kata Nick de Larrinaga dari IHS Jane's Defence Weekly kepada CNN, Jumat (18/7).
Paling besar kemungkinan, sistem rudal Buk-lah yang menghantam pesawat Boeing 777 buatan Amerika Serikat tersebut. Hal itu diamini juga oleh analis militer Rick Francona.
"Fakta ini mengindikasikan, rudal yang diluncurkan dari darat ke udara, atau dari udara ke udara, menjadi kemungkinan terbesar," kata dia.
Tak bisa bedakan pesawat komersial
Salah satu kandidat rudal yang mampu menggapai ketinggian pesawat itu adalah sistem rudal darat-udara Buk buatan Rusia yang merupakan unit pelontar rudal bergerak.
Rudal Buk dikembangkan pada era Uni Soviet dan dioperasikan oleh angkatan bersenjata Rusia dan Ukraina. Sistem peluru kendali itu digunakan pasukan Rusia dan Ukraina.
Sebuah sistem Buk selalu membawa empat peluru kendali (rudal) yang masing-masing seberat 700 kilogram, panjang 5,5 meter, diameter 0,4 meter, dan menggunakan bahan bakar padat. Rudal dibawa dengan kendaraan khusus yang membuatnya fleksibel berpindah dari satu lokasi ke lokasi yang lain.
Buk adalah sistem radar yang diluncurkan dari darat. Sistem rudal ini mampu melacak dan menembak, tetapi tidak mampu membedakan pesawat komersial dan pesawat militer.
"Buk menggunakan sistem penjejak berbasis radar," kata Larry Johnson, mantan anggota CIA yang berpengalaman dalam kontra-terorisme kepada ABC.
Ia menjelaskan, sistem rudal Buk memiliki radar sendiri, tetapi tidak bisa mendeteksi pesawat komersial seperti sistem radar air traffic controller (ATC). Sistem radar Buk hanya memantau, kemudian mendeteksi titik yang bergerak. Begitu ditentukan sasaran dengan arah dan ketinggian tertentu, rudal akan ditembakkan dengan panduan radar.
Sesuai informasi situs produsennya di Rusia, salah satu rudal Buk tipe 9M317, misalnya, bisa menembak obyek hingga jarak 45 kilometer dan ketinggian hingga 25 kilometer. Rudal yang ditembakkan bisa melesat dengan kecepatan maksimum hingga 4 mach atau 4 kali kecepatan suara (1 mach=1.225 kilometer per jam). Dengan demikian, untuk menembak pesawat di ketinggian 10 kilometer, hanya butuh waktu dalam hitungan detik.
Sementara itu, Direktur Defense and Intelligence Project at the Belfer Center for Science and International Affairs di Harvard University, Brigadir Jenderal Purnawirawan Kevin Ryan, mengatakan ada kemungkinan sistem rudal darat-udara yang lain.
Sistem rudal darat-udara itu antara lain adalah rudal S-200 buatan Rusia yang dioperasikan Moskwa maupun Ukraina, atau misil S-300 dan S-400. Senjata-senjata terakhir adalah buatan Rusia yang setara dengan patriot milik AS. Namun, Ryan agak meragukan kelompok separatis dapat menguasai sistem rudal yang kompleks dan canggih tersebut dengan daya jelajah menengah.
"Butuh banyak pelatihan dan koordinasi untuk meluncurkan satu dari senjata-senjata seperti itu," kata Ryan.
Biasanya, sistem rudal dari darat ke udara terdiri atas kendaraan komando, kendaraan radar, beberapa self-propelled launcher, bahkan sejumlah kendaraan untuk mengangkut rudal-rudal baru. Demikian kesimpulan Dan Wasserbly, editor IHS Jane's.