Kebangkitan Kota Lama Batavia

By , Rabu, 30 Juli 2014 | 19:55 WIB

Masa lalu yang bisa menjadi bagian produktif sebuah kota tidak hadir di Jakarta. Potongan masa lalu itu dibiarkan tergolek begitu saja di kawasan Kota Tua, Jakarta Utara. Gedung-gedung hancur, menyisakan potongan kenangan akan keindahan arsitektur di masa lalu. Berbagai upaya dilakukan Pemerintah DKI, tetapi hingga kini belum tampak.

Kini giliran Jakarta Old Town Reborn (JOTR) dibantu Pemerintah Belanda mencoba menata dan menghidupkan kembali kawasan kota lama Batavia ini.

Akhir Juni lalu, JOTR mengadakan kegiatan Kota Tua Creative Festival 2014 untuk mengajak masyarakat mengeksplorasi ruang terbuka dan bangunan bersejarah di Kota Tua (Baca juga Kota Tua Jakarta Diharapkan Mampu Saingi Malaka).

Agar masyarakat tertarik, serangkaian kegiatan kreatif tersaji, mulai dari kelana kota tua dengan sepeda, pasar kaget, jalan-jalan ke museum, pameran seni, jelajah bangunan bersejarah, konser dan pertunjukan, hingga berbagai kegiatan komunitas. Seiring dengan itu, di Pusat Kebudayaan Belanda Erasmus Huis, JOTR menggelar pameran 7 Projects for the City Exhibition yang diadakan hingga 15 Agustus mendatang (Baca juga Revitalisasi Kota Tua Jakarta: Kota Tua Layak Jadi Warisan Dunia).

Yori Antar, arsitek Indonesia yang menekuni bidang heritage, menjadi kurator 7 Projects. Dalam pameran itu, Yori berkolaborasi dengan tujuh arsitek Indonesia dan Belanda (biro arsitektur). Para arsitek ini menawarkan solusi untuk menghidupkan kembali ruh kawasan Kota Tua.

Ide-ide segar pun mengalir melalui pameran maket, foto-foto, dan rencana penataan ruang. Tujuannya adalah merestorasi dan menggunakan kembali bangunan-bangunan tua di Kota Tua Jakarta.

Dengan maket dan foto-foto, pengunjung diberikan gambaran tentang suasana yang berbeda di Kota Tua. Para arsitek yang terlibat adalah OMA, MVRDV, KCAP, Niek Roozen Landscape Architects + Wageningen University, Andramatin, Djuhara+djuhara, dan Han Awal & Partners.

Bangunan yang terabaikan

Dengan menggali ide-ide baru, JOTR yang didukung oleh Erasmus dan Rumah Asuh berencana merealisasikan proyek restorasi bangunan kuno di sepanjang Kali Besar dan Lapangan Fatahillah.

Untuk tahap awal, inisiatif dari tujuh arsitek tersebut akan dipakai untuk membenahi sebagian gedung di Kota Tua bekerja sama dengan Pemerintah DKI Jakarta. 

Sebagai kurator, Yori memilih bangunan yang terabaikan dan dalam kondisi bobrok. Beberapa gedung yang dipilih untuk direvitalisasi adalah gedung Edi Sadeli, Kantor Pos tua, kantor perniagaan milik VOC atau dikenal sebagai "rumah akar"€, Gedung Samudera, Gedung Kolonial Kerta Niaga, dan Gedung Tjipta Niaga.

Biro arsitek Djuhara+djuhara mencoba menghidupkan kembali gedung Edi Sadeli yang terletak di tepi bulevar yang berbatasan dengan Kanal Kali Besar.

Lokasi di sekitar gedung itu kini terdegradasi dan kumuh. Gedung ini semula berfungsi sebagai kantor dengan sebuah lapangan kosong yang halaman belakangnya menjadi tempat parkir.

Proposal Djuhara+djuhara berupaya merevitalisasi lokasi itu dengan memfungsikan kembali gedung tua itu seperti layaknya sebuah kota kecil.

Berbagai aktivitas sosial, budaya, dan ekonomi disuntikkan ke areal di sekitar gedung Edi Sadeli, seperti tempat ritel, warung kopi, restoran, galeri, toko buku, dan hunian.

Fungsi komersial itu diletakkan di jalur mobilitas yang menuju ke fungsi hunian. Biro arsitektur dari Belanda, OMA, setuju bekerja sama dengan arsitek lokal untuk merenovasi gedung Tjipta Niaga. Gedung tua ini dalam kondisi koyak, atap dan fasad gedung tersebut telah runtuh sehingga membahayakan lingkungan sekitarnya.

OMA mengusulkan antisipasi keselamatan dan keamanan pada gedung dengan menyisipkan struktur penguat tahan gempa. OMA juga menambahkan atap baru di bangunan baru tersebut. Elemen baru arsitektur akan ditambahkan pada gedung dan terintegrasi dengan bangunan lama.

"Bagian dalam gedung akan dibagi menjadi beberapa unit untuk berbagai aktivitas," ujar Yori.

Bangunan berikutnya adalah gedung Samudera Indonesia yang akan direnovasi oleh biro arsitektur Belanda, KCAP. Gedung Samudera yang terletak di sisi sebelah timur Kanal Kali Besar ini cukup strategis di tepi jalan raya sehingga mudah dilihat pejalan kaki dan pengendara.

Gedung tersebut dibangun pada tahun 1910-1920 dan mengalami kerusakan parah pada awal 2008 akibat banjir besar. Setengah fasadnya runtuh dan sisi kanan bangunan terpotong. Hal ini memaksa kegiatan perkantoran PT Samudera dievakuasi dari gedung tersebut. 

Biro arsitek Han Awal & Partners mengajukan konsep "kota bawah"—untuk merevitalisasi "rumah akar"—yang dulunya merupakan bangunan dua lantai bekas kantor perniagaan VOC. Lokasi gedung ini hanya 200 meter dari Plasa Fatahillah di tepi Kali Besar.

Bangunan tersebut pernah berfungsi sebagai gereja dan pernah terbakar hingga merobohkan sebagian besar atapnya. Karena tidak terbengkalai, bangunan ini ditumbuhi pohon dan akar yang menjalar di seluruh dindingnya. Pengunjung banyak menggunakan gedung ini sebagai latar belakang foto diri.

Kota bawah berfokus pada keunikan rumah akar€ serta lokasinya yang strategis. Di situ akan dibuat beberapa acarauntuk mendukung pariwisata agar bisa menghidupkan Kota Tua. Istilah Kota bawah berasal dari sebutan Pemerintah Belanda bagi kawasan pusat perniagaan di sekitar Taman Fatahillah.

Fasilitas-fasilitas yang akan melengkapi kota bawah di antaranya Art-Space untuk menampung kegiatan yang berhubungan dengan Kota Tua dan Sejarah.