Mari Kenali Pemimpin ISIS

By , Jumat, 1 Agustus 2014 | 09:30 WIB

Dia memang tidak memiliki gelar dari lembaga keagamaan Sunni seperti Universitas al-Azhar di Kairo atau Universitas Islami Madinah di Arab Saudi. 

Meskipun demikian dia lebih memiliki pengalaman pendidikan Islam tradisional dibandingkan pemimpin al-Qaida, Osama Bin Laden dan Aymen al-Zawahiri, yang keduanya adalah orang biasa, insinyur dan dokter. 

Karena itulah Baghdadi menerima pujian dan legitimasi yang lebih tinggi di antara pendukungnya. 

Menjadi pemimpin 

Setelah invasi AS terhadap Irak di tahun 2003, Baghdadi dan beberapa rekannya mendirikan Jamaat Jaysh Ahl al-Sunnah wa-l-Jamaah (JJASJ), Angkatan Bersenjata Kelompok Warga Sunni, yang beroperasi dari Samarra, Diyala, dan Baghdad. 

Di dalam kelompok ini, Baghdadi menjadi pemimpin dewan hukum. Pasukan pimpinan AS menahannya dari bulan Februari-Desember 2004, tetapi membebaskannya karena Baghdadi tidak dianggap sebagai ancaman tingkat tinggi. 

Mengikuti jejak al-Qaida di Tanah Dua Sungai mengubah nama menjadi Majlis Shura al-Mujahidin (Dewan Syura Mujahidin) pada permulaan tahun 2006, pimpinan JJASJ menyatakan dukunganya dan penggabungan diri. 

Di dalam struktur baru, Baghdadi bergabung dalam dewan hukum. 

Tetapi tidak lama kemudian organisasi mengumumkan perubahan nama kembali di akhir tahun 2006 menjadi Negara Islam Irak (ISI) Baghdadi menjadi pengurus umum dewan hukum provinsi di dalam "negara" baru disamping anggota dewan penasehat senior ISI. 

Ketika pimpinan ISI, Abu Umar al-Baghdadi, meninggal pada April 2010, Abu Bakr al-Baghdadi menggantikannya. 

Tokoh sejarah? 

Sejak menjadi pemimpin Negara Islam, Baghdadi membangun dan membangkitkan kembali organisasi yang berantakan karena kebangkitan kesukuan Sunni yang menolaknya sementara di saat yang sama kekuatan militer AS juga meningkat. 

Dibandingkan dengan usaha pertama Negara Islam untuk berkuasa dalam sepuluh tahun terakhir, sampai sejauh ini, walaupun masih menggunakan kekerasan, mereka dipandang lebih berhasil meskipun tetap timbul pertanyaan tentang kelangsungannya dalam jangka panjang. 

Keberhasilan ini sebagian karena mereka menggabungkan penerapan hukum keras dengan layanan sosial, disamping juga strategi pemberian umpan. 

Jika ditelaah, Negara Islami menargetkan wilayah di sepanjang Sungai Efrat dan Tigris di samping daerah yang memiliki minyak di Irak dan Suriah. 

Baghdadi dan pemimpin Negara Islami lain menyadari monopoli atas energi dan peningkatan kekuatan militer akan memudahkan penghimpunan kekuatan. 

Tidak bisa diramalkan secara persis nasib Negara Islam di masa mendatang, tetapi Baghdadi jelas membuat organisasinya menjadi lebih dikenal dunia.