Mari Kenali Pemimpin ISIS

By , Jumat, 1 Agustus 2014 | 09:30 WIB

Tanggal 5 Juli, Abu Bakr al-Baghdadi, yang dikenal di antara para pendukungnya sebagai Khalifah Ibrahim, untuk pertama kalinya memperlihatkan wajahnya pada khotbah hari Jumat di Mosul, Irak. 

Sebelumnya beberapa fotonya memang dibocorkan, tetapi Baghdadi sendiri tidak tampil di muka umum selama empat tahun sejak menjadi pemimpin kelompok yang sebelumnya bernama Negara Islami Jihadis Irak, nama sebelum ISIS, yang sekarang menjadi Negara Islami. 

Sebelum April 2013, Baghdadi juga tidak terlalu banyak mengeluarkan pesan audio. 

Pernyataan tertulis pertamanya adalah sambutannya terhadap tewasnya Osama Bin Laden pada bulan Mei 2011. 

Pesan audio pertamanya dikeluarkan bulan Juli 2012, berisi ramalan kemenangan Negara Islam di masa depan. 

Sejak kemunculan kelompok tersebut, 15 bulan lalu, informasi tentang Baghdadi yang disediakan untuk media meningkat. 

Jumlah informasi khusus tentang latar belakangnya juga bertambah. 

Keturunan Nabi Muhammad 

Bulan Juli 2013, ahli ideologi asal Bahrain, Turki al-Binali, yang menggunakan nama Abu Humam Bakr bin Abd al-Aziz al-Athari, menulis biografi Baghdadi terutama untuk menggarisbawahi sejarah keluarga Baghdadi. 

Dia menyatakan Baghdadi memang keturunan Nabi Muhammad, salah satu persyaratan kunci dalam sejarah Islam untuk menjadi khalifah atau pemimpin semua warga Muslim. 

Baghdadi dikatakan berasal dari suku al-Bu Badri, yang sebagian besar berada di Samarra dan Diyala, Baghdad utara dan timur, dan secara historis penduduknya dikenal sebagai keturunan Muhammad. 

Turki al-Binali kemudian menyebut bahwa sebelum invasi Amerika Serikat terhadap Irak, Baghdadi menerima gelar doktor dari Universitas Islamis Baghdad, yang memusatkan kajian pada kebudayaan, sejarah, hukum dan jurisprudensi Islam. 

Baghdadi sempat berkhotbah di Masjid Imam Ahmad ibn Hanbal di Samarra. 

Dia memang tidak memiliki gelar dari lembaga keagamaan Sunni seperti Universitas al-Azhar di Kairo atau Universitas Islami Madinah di Arab Saudi. 

Meskipun demikian dia lebih memiliki pengalaman pendidikan Islam tradisional dibandingkan pemimpin al-Qaida, Osama Bin Laden dan Aymen al-Zawahiri, yang keduanya adalah orang biasa, insinyur dan dokter. 

Karena itulah Baghdadi menerima pujian dan legitimasi yang lebih tinggi di antara pendukungnya. 

Menjadi pemimpin 

Setelah invasi AS terhadap Irak di tahun 2003, Baghdadi dan beberapa rekannya mendirikan Jamaat Jaysh Ahl al-Sunnah wa-l-Jamaah (JJASJ), Angkatan Bersenjata Kelompok Warga Sunni, yang beroperasi dari Samarra, Diyala, dan Baghdad. 

Di dalam kelompok ini, Baghdadi menjadi pemimpin dewan hukum. Pasukan pimpinan AS menahannya dari bulan Februari-Desember 2004, tetapi membebaskannya karena Baghdadi tidak dianggap sebagai ancaman tingkat tinggi. 

Mengikuti jejak al-Qaida di Tanah Dua Sungai mengubah nama menjadi Majlis Shura al-Mujahidin (Dewan Syura Mujahidin) pada permulaan tahun 2006, pimpinan JJASJ menyatakan dukunganya dan penggabungan diri. 

Di dalam struktur baru, Baghdadi bergabung dalam dewan hukum. 

Tetapi tidak lama kemudian organisasi mengumumkan perubahan nama kembali di akhir tahun 2006 menjadi Negara Islam Irak (ISI) Baghdadi menjadi pengurus umum dewan hukum provinsi di dalam "negara" baru disamping anggota dewan penasehat senior ISI. 

Ketika pimpinan ISI, Abu Umar al-Baghdadi, meninggal pada April 2010, Abu Bakr al-Baghdadi menggantikannya. 

Tokoh sejarah? 

Sejak menjadi pemimpin Negara Islam, Baghdadi membangun dan membangkitkan kembali organisasi yang berantakan karena kebangkitan kesukuan Sunni yang menolaknya sementara di saat yang sama kekuatan militer AS juga meningkat. 

Dibandingkan dengan usaha pertama Negara Islam untuk berkuasa dalam sepuluh tahun terakhir, sampai sejauh ini, walaupun masih menggunakan kekerasan, mereka dipandang lebih berhasil meskipun tetap timbul pertanyaan tentang kelangsungannya dalam jangka panjang. 

Keberhasilan ini sebagian karena mereka menggabungkan penerapan hukum keras dengan layanan sosial, disamping juga strategi pemberian umpan. 

Jika ditelaah, Negara Islami menargetkan wilayah di sepanjang Sungai Efrat dan Tigris di samping daerah yang memiliki minyak di Irak dan Suriah. 

Baghdadi dan pemimpin Negara Islami lain menyadari monopoli atas energi dan peningkatan kekuatan militer akan memudahkan penghimpunan kekuatan. 

Tidak bisa diramalkan secara persis nasib Negara Islam di masa mendatang, tetapi Baghdadi jelas membuat organisasinya menjadi lebih dikenal dunia.