Menyulap Tepung Jadi Macam-macam Suvenir

By , Jumat, 1 Agustus 2014 | 15:18 WIB

Tepung adalah tepung, jamaknya dipakai untuk membuat adonan makanan. Tapi ternyata, tepung juga bisa diolah menjadi salah satu barang kerajinan yang menarik dan bernilai ekonomi tinggi. 

Di tangan Joyce (40), warga Jalan Menur nomor 4, Kecamatan Sidorejo, Salatiga ini, tepung bisa disulap menjadi suvenir menarik: aneka model patung, gantungan munci, hiasan kulkas dan lainnya.

Joyce yang mempunyai latar belakang pendidikan farmasi ini menemukan clay alternatif yang terbuat dari tepung. Istilah clay sebenarnya berarti tanah liat. Dalam dunia handycraft kata clay merujuk pada malam, salah satu bahan yang liat dan mudah dibentuk. 

Namun Joyce "mengakali" materi clay dengan clay tiruan yang menggunakan bahan seperti tepung maizena, lem kayu, pengawet makanan natrium benzoat. "Saya menyebutnya dengan istilah clay tepung. Kalau diwarnai sekilas menyerupai malam (lilin mainan)," kata Joyce, yang menaungi bisnis handycraft di bawah bendera Rumah Kreativitas JOY ART, pekan lalu.

Adonan clay tepung berwarna putih ini wujudnya lunak. Sehingga, kontur yang kenyal atau liat ini mudah dibentuk. Untuk itu, pembentukan kreasi ini tidak memerlukan cetakan, cukup dibentuk menggunakan tangan saja (handmade). Dengan adonan tersebut, dia dapat membuat aneka kreasi sesuai dengan imajinasi atau keinginan sesukanya.  Sedangkan untuk pewarnaannya, bisa menggunakan pewarna makanan, cat air, cat poster maupun cat akrilik.

"Dalam bisnis kita harus cermat menangkap peluang. seperti kemarin piala dunia, kita membuat kreasi clay tepung bertema World Cup 2014 berupa patung maskot World Cup dan pemain bola, gantungan kunci, hiasan (magnet) kulkas, hiasan pulpen," ungkap Joyce. Ia menjual produk bertema World Cup tersebut dengan harga bervariasi, tergantung pada model dan ukurannya. 

Bisnis handycraft dari clay tepung ini sangat menggiurkan. Bahkan, Joyce rela hengkang dari pekerjaan tetapnya sebagai dosen dan beralih profesi sebagai pengusaha. Demi pemasaran produk ini, dia lebih banyak melakukan transaksi online, sehingga pemesan tidak hanya terbatas dari dalam kota, tetapi juga banyak dari luar kota.

"Pada awalnya banyak yang sinis, bahkan keluarga saya sendiri awalnya tidak setuju saya bekerja di bidang ini. Tapi menurut saya, setiap bidang pekerjaan punya kelebihan dan keunikan masing-masing," ungkap Joyce.

Syahrul Munir/Kompas.com

Saat ini, Joyce tidak hanya membuat dan menjual kerajinan clay tepung. Dengan dibantu dua orang pegawai, dia juga melayani pesanan pembuatan suvenir dengan materi lain seperti lilin, fiberglass, gipsum, kreasi cangkang telur dengan dekorasinya menggunakan chocolate clay dan fondant.

"Kami juga membuka kursus kreativitas bagi anak-anak maupun dewasa. Tidak hanya terbatas pada kerajinan, tapi juga produk makanan seperti cookies," ujar Joyce.

Dari buku perpustakaan sekolah

Keberhasilan Joyce sebagai pengusaha kerajinan clay tepung tidak lepas dari background dalam bidang farmasi yang sejak awal digelutinya. Lulusan sarjana farmasi UGM ini pernah tercatat sebagai staf penelitian dan pengembangan di Sekolah Santa Laurensia, Serpong-Tangerang dan terakhir sebagai dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Yaphar Semarang.

"Kebetulan saya sangat menyukai dunia sains, saya senang mengolah bahan. Saya mencoba membuat produk sains yang banyak dipakai dalam kehidupan sehari-hari seperti sabun, lilin dan barang-barang fiberglass," tutur Joyce.

Suatu hari di perpustakaan sekolah, Joyce membaca sebuah buku sains yang di dalamnya ada sebuah teori yang mengatakan bahwa tepung kalau dicampur dengan lem putih (lem kayu) akan menghasilkan adonan yang kalau diangin-anginkan dapat mengeras dengan sendirinya. 

"Tapi di dalam buku tersebut tidak dijelaskan detail, termasuk tentang jenis tepung yang dimaksud," katanya.

Terlintas dibenak Joyce untuk memulai wirausaha. Kenapa mesti bekerja dengan orang lain, jika dengan pengetahuannya itu selama ini ia sudah bisa membuat berbagai macam barang. Hingga akhirnya Joyce memberanikan diri untuk berhenti mengajar dan bertekad menekuni bisnis handycraft.

 Usaha Joyce berpindah haluan dari dunia akademik menjadi pengusaha kerajinan tangan tidaklah mulus. Bahkan ia sempat kembali mengajar di Semarang, setelah usahanya gulung tikar karena jeblok di pemasaran

"Saya mencoba clay tepung pada Februari 2008. Untuk mendapatkan hasil yang halus, perlu jam terbang tinggi. Dari awal membuat sampai mendapat hasil yang benar-benar halus dan layak jual, butuh waktu sekitar 3 bulan. Untungnya saya punya latar belakang pendidikan farmasi. Sehingga ada pengetahuan tentang sifat-sifat bahan," katanya.

Menurut Joyce, keterampilan tangan sangat mempengaruhi produk yang dihasilkan, sehingga butuh orang yang memiliki bakat dan keterampilan tinggi. 

"Juga harus telaten, tapi tidak berarti yang tidak ada bakat tidak bisa mengerjakan. Semua tergantung pada niat dan usaha. Kalau sering latihan lama-lama bisa," tegasnya.

Tak disangka, produk yang dihasilkan Joyce ini ternyata banyak yang tertarik. Banyak yang ingin membeli sekaligus ingin mempelajari cara membuatnya.  "Dari situ akhirnya saya membuat kursus bulan Agustus 2008. Sedangkan pemasaran produk dan kursus saya lakukan dengan berjalan kaki dari satu toko ke toko yang lain untuk menitipkan brosur, sehingga banyak yang mengenal produk saya, memesan dan kursus," ujar dia.

Apresiasi dan dukungan dari konsumen terhadap produknya membuat Joyce semakin mantap untuk menjalankan bisnis ini. Kini ia bisa membuktikan, jika bisnis ini banyak mendatangkan keuntungan, tidak hanya finansial namun juga aktualisasi dari kemampuan diri.

"Saya tidak merasa gengsi karena dianggap turun kelas. Tapi justru bisa berbagi ilmu lebih nyata kepada orang banyak. Dari memberi kursus saya bisa memberikan inspirasi dan motivasi kepada orang lain untuk berwirausaha," imbuhnya.