Kemeriahan 5 Festival Budaya Unik Penarik Wisatawan dari Penjuru Dunia

By Sysilia Tanhati, Jumat, 8 Oktober 2021 | 12:00 WIB
Parade lentera di Yeondeunghoe, Republik Korea (Visit Korea)

Nationalgeographic.co.id—Setiap daerah memiliki keragaman budayanya masing-masing, mulai dari tradisi, adat istiadat, maupun kebiasaan masyarakatnya. Kebudayaan ini menjadi salah satu daya tarik bagi wisatawan, salah satunya adalah festival.

Biasanya diadakan setahun sekali atau pada waktu-waktu tertentu, festival merupakan tradisi turun-temurun di masyarakat. Festival biasanya berkaitan dengan ibadah keagamaan atau ungkapan syukur kelompok tertentu kepada leluhurnya. Seperti Festival Obon di Jepang untuk merayakan kedatangan arwah leluhur.

Bagi wisatawan, festival menjadi daya tarik untuk mengunjungi suatu daerah. Ada banyak festival unik di penjuru dunia  yang layak dikunjungi.

Festival memancing udang di atas kuda, Belgia

Oostduinkerke merupakan desa nelayan yang berubah menjadi kota resor di pantai barat daya Belgia, sekitar 30 mil barat Bruges, Belgia. Apa yang menarik dari desa kecil ini?

Garis pantainya yang dangkal dan landai membuatnya menjadi tempat yang sempurna untuk memancing udang dengan menunggang kuda Brabant. Para nelayan membawa kudanya ke laut dua kali dalam seminggu untuk menangkap udang. Dibutuhkan keahlian dan pengetahuan soal pantai dan pasang surut laut untuk melakukan tradisi ini.

Tradisi turun-temurun ini dilaksanakan antara bulan Juni hingga September. Anda dapat menemukan kuda-kuda itu berjalan di dalam air setinggi dada sambil menarik jaring.

Tradisi ini memberi komunitas rasa identitas kolektif yang kuat dan memainkan peran sentral dalam acara sosial dan budaya. Salah satunya adalah festival udang selama dua hari. Warga menyiapkan parade dengan kendaraan dan kostum unik. Festival ini menarik lebih dari 10.000 pengunjung setiap tahunnya.

Baca Juga: Ragam Kue Bulan: Sajian Khas untuk Festival Pertengahan Musim Gugur

Castell adalah menara manusia yang bagian dari tradisi pada festival di Catalonia, Kepulauan Balearic, dan Komunitas Valencia. Pada festival ini, beberapa colles castelleres (tim yang membangun menara) berusaha membangun dan membongkar struktur menara. Pada 16 November 2010, castells dinyatakan oleh UNESCO sebagai salah satu Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia. (Colla Vella dels Xiquets de Valls )

Castell, festival menara manusia, Spanyol

Kekuatan, keseimbangan, daya tahan, kelincahan dan kemampuan akrobatik diperlukan untuk menjadi bagian dari castell atau menara manusia.

Tradisi unik dan menantang ini dimulai sejak  1801. Setiap tahun ribuan orang berkumpul di Tarragona, sekitar 50 km sebelah barat daya Barcelona.

Tim yang terdiri dari 75-100 orang bekerja sama untuk membangun menara manusia. Festival yang diadakan untuk merayakan santo pelindung kota memiliki filosofi mendalam. Menara dibentuk dengan anggota muda di bagian atas dan anggota tua menjadi semacam pondasi di bagian bawah. Ini menunjukkan ikatan kebersamaan dan kerjasama seperti budaya gotong royong di Indonesia.

Diadakan setiap tahun pada bulan Oktober, tim yang memiliki menara paling tinggi dan rumitlah yang menjadi pemenangnya.

Yeondeunghoe, festival lentera teratai, Republik Korea

Dalam filsafat Buddha, cahaya kebijaksanaan memiliki kapasitas untuk mengusir kegelapan dan ketidaktahuan manusia. Keyakinan inilah yang menjadi  alasan dibalik Festival Yeondeunghoe, perayaan ulang tahun Buddha di Korea.

Pada hari kedelapan bulan lunar keempat, orang-orang membawa lentera buatan tangan. Lentera besar dibawa dengan mobil, berparade di sepanjang jalan sebagai puncak dari Festival Yeondeunghoe.

Dimulai sebagai festival keagamaan pada masa Dinasti Silla (57 SM - 935 M), festival tradisional ini menarik ribuan pengunjung setiap tahun.

Pada festival ini seluruh negeri menyalakan lentera berbentuk teratai di jalanan dan rumah. Mereka juga berdoa memohon kedamaian dan kebahagiaan seluruh negeri kepada sang Buddha. 

Baca Juga: Dahulu Dianggap Buruk, Bagaimana Festival Peh Cun Dirayakan Meriah?

Pesta Las Parrandas telah menjadi acara tahunan di Kuba sejak 1820. ( ALEJANDRO ERNESTO/epa/Corbis)

Festival memotong rumput, Bosnia dan Herzegovina

Setiap bulan Juli, warga berbondong-bondong datang untuk menyaksikan kompetisi unik di Kupres, Bosnia-Herzegovina.

Para pria mengenakan pakaian tradisional berkumpul di padang rumput atau strljanica sambil membawa sabit buatan tangan. Saling berlomba untuk memotong rumput, pemenangnya ditentukan berdasarkan waktu, tenaga, dan banyaknya rumput yang dipotong.

Festival memotong rumput sudah ada sejak 200 tahun yang lalu, diawali dari kebutuhan penduduk akan rumput sebagai pakan ternak. Di musim semi, penduduk setempat bepergian ke pegunungan selama berbulan-bulan untuk mengumpulkan rumput. Cadangan rumput ini akan digunakan untuk memberi makan ternaknya yang berharga selama musim dingin.

Menguasai keterampilan memotong rumput hanyalah bagian dari penilaian yang baik. Peserta harus mahir menggunakan sabit. Selain kompetisi, pengunjung juga dapat menikmati pertunjukan hewan, kerajinan tangan, atraksi dan tarian.

Pesta Las Parrandas, Kuba

Pesta Las Parrandas telah menjadi acara tahunan di Kuba sejak tahun 1820. Menurut legenda, seorang imam di Remedios merasa putus asa karena sedikitnya jumlah umat yang hadir pada ibadah mingguan. Maka sebelum Natal, ia menyuruh anak-anak pergi ke luar dan membuat keributan dengan terompet, kaleng dan marakas.

Kegaduhan yang ditimbulkan itu akan membangunkan para warga dan menarik mereka ke gereja. Seiring berjalannya waktu, aktivitas ini berkembang menjadi pesta jalanan dan para warga saling berlomba.

Komunitas menghabiskan waktu berbulan-bulan merancang kendaraan hias dan kostum yang rumit untuk parade meriah ini.

Pelukis, tukang kayu, pematung, penjahit dan ahli listrik adalah beberapa seniman dan pengrajin yang berkolaborasi untuk menciptakan kemeriahan.

Selain pesta rakyat, ini juga merupakan kompetisi antar warga. Warga bekerja untuk mengalahkan satu sama lain dengan tampilan yang menakjubkan. Terdiri atas beragam usia, ras, kelas dan agama, semuanya terlibat dan berkolaborasi.

Baca Juga: Festival Obon, Ketika Warga Jepang Sambut Kedatangan Arwah Leluhur