Tim arkeolog telah menghabiskan empat hari pada akhir September menggunakan penggali mekanis dan sekop untuk menggali kawah bekas roket yang telah terisi dengan tanah itu. Mereka sekarang akan menghabiskan waktu hingga 18 bulan untuk melestarikan benda-benda hasil penemuan di situs tersebut sebelum menulis laporan arkeologi untuk arsip sejarah resmi daerah itu.
Dalam upaya penggalian arkeologi ini, tim menggunakan detektor logam untuk menemukan sisa-sisa ledakan terdalam. Sisa-sisa ledakan itu berada lebih dari 4,3 meter di bawah tanah, kata Colin Welch.
"[Meskipun] roket melaju hingga tiga setengah kali kecepatan suara, ledakannya tidak supersonik," katanya kepada Live Science. "Roket itu mencapai setidaknya 5 kaki [1,5 meter] ke tanah sebelum mulai meledak dengan benar."
Baca Juga: Arkeolog Temukan Bukti Pembantaian Nazi di 'Lembah Kematian' Polandia
Collin dan Sean Welch telah menghabiskan lebih dari 10 tahun menyelidiki situs "senjata balas dendam" Nazi yang diluncurkan ke ibukota Inggris itu. Mereka juga telah menggali situs-situs yang terkenam dampak dari lusinan bom terbang V1, pendahulu rudal jelajah modern yang diluncurkan sebagian besar dari ketapel di Prancis yang diduduki Nazi pada tahun 1944 dan 1945.
Bom terbang V1 dan roket V2 termasuk di antara "Wunderwaffen" atau "senjata ajaib" terakhir yang diharapkan oleh para pemimpin Nazi akan mengubah gelombang perang. Menurut Air and Space Museum milik Smithsonian Institute, Adolf Hitler memerintahkan V1 dan V2 dikerahkan melawan London setelah pemboman Sekutu yang menghancurkan kota-kota Jerman pada tahun 1943 dan 1944.
Menteri propaganda Nazi Jerman Joseph Goebbels menjuluki bom terbang dan roket itu sebagai "Vergeltungswaffe," atau "senjata balas dendam." V1 pertama menghantam London pada 13 Juni 1944, dan V2 pertama menghantam London pada 7 September 1944.
Baca Juga: Seorang Guru Sejarah Menemukan Tempat Penyimpanan Rahasia Artefak Nazi
Tidak seperti bom terbang V1 yang menimbulkan suara bising, roket V2 adalah senjata supersonik pertama dan sangat ditakuti karena tidak ada yang bisa mendengar kedatangan roket tersebut. Roket itu terbang terlalu tinggi dan cepat untuk dicegat. Militer Jerman meluncurkan roket itu dari lokasi di Jerman ke ketinggian sekitar 80 kilometer untuk kemudian kemudian jatuh ke lokasi target dengan mencapai kecepatan hingga 5.600 kilometer per jam.
Meskipun V2 lebih canggih, V1 jauh lebih murah untuk dibuat dan cenderung meledak di permukaan tanah, daripada setelah memasuki tanah, yang menjadikannya senjata yang lebih efektif, kata Colin Welch.
Serangan roket V2 di London menewaskan sekitar 9.000 warga sipil dan personel militer. Sementara gabungan serangan V1 dan V2 menewaskan hingga 30.000 orang, menurut Imperial War Museum di London.
Baca Juga: Tiongkok Akan Luncurkan Roket untuk Selamatkan Bumi dari 'Armageddon'