Saat SRAK harimau sumatera ditandatangani pada tahun 2007, disebutkan data terakhir menyebutkan ada 250 individu yang bersumber dari delapan lansekap harimau sumatera.
Sunarto mengatakan pernah dilakukan survey okupansi harimau sumatera pada tahun 2008, yang menghasilkan data kawasan tertinggi keberadaan kucing besar itu berda di TN Kerinci Seblat dan TN Bukit Barisan Selatan.
Dia mengatakan saat ini baik pemerintah maupun LSM konservasi sedang melakukan pendataan kucing besar yang terancam punah tersebut. Pendataan ini memerlukan sinergi dan kesepakatan bersama mengenai metodologi yang digunakan dan wilayah kerja penghitungan di wilayah kerja masing-masing, sehingga dapat dihasilkan data jumlah populasi harimau sumatera yang valid.
!break!Dia mengakui keterbatasan sumber daya manusia, teknologi dan peralatan yang dimiliki masing-masing pihak untuk menghitung jumlah harimau sumatera. “Harapannya nanti ada data estimasi jumlah populasi yang bisa dikumpulkan,” katanya.
Dari segi peralatan, LSM konservasi mengakui keterbatasan jumlah kamera trap untuk dipasang di kawasan yang diduga terdapat harimau sumatera. Padahal, dari luas habitat sekitar 144 ribu kilometer, 70 persen habitatnya justru berada di luar kawasan konservasi.
“Tapi kami terus bergerak memantau di tiap lokasi secara berkala sejak 2004. Saat ini, kami memantau di Riau. Namun, hasil memang tidak bisa langsung dipublikasikan,” jelas Sunarto.
Pada acara diskusi tersebut, Direktur Yayasan Leuser International, Jamal Gawi mengatakan populasi harimau sumatera semakin tertekan karena pembukaan hutan dan alih fungsi lahan, seperti perkebunan kelapa sawit. “Naiknya permintaan komoditas ini, akan membuat lahan yang dibutuhkan makin banyak, artinya makin sedikit habitat harimau karena alih fungsi,” ujar Jamal.
Senada dengan Sunarto, Jamal juga mengharapkan implementasi penuh dari SRAK harimau sumatera yang telah disepakati pada tahun 2007.
Pada kesempatan tersebut, pemerintah Amerika Serikat memberikan bantuan dana sebesar 12 juta USD. “Pada awal minggu ini, kami menandatangani sebuah kerjasama di bawah Tropical Forest Conservation Act (TFCA) yang berkomitmen sekitar 12 juta USD untuk melindungi kekayaan keanekaragaman hayati Sumatera, membantu pengembangan kerja LSM Indonesia dan memperkuat managemen hutan berbasis masyarakat,” kata Deputy Chief of Mission Kedutaan Amerika di Indonesia, Kristen Bauer.
Sedangkan Raffles Panjaitan mengatakan kerjasama Indonesia dan Amerika tersebut termasuk dana 12 juta USD akan digunakan dalam pelaksanaan program kerja di sembilan lokasi di Sumatera.
Sementara Tiger Program Manager Panthera, Wai-Ming Wong melalui fasilitas skype pada acara diskusi tersebut mengatakan masih ada harapan konservasi harimau sumatera akan berhasil karena hutan sebagai habitat kucing besar itu masih sangat luas di Indonesia. “Ada lebih dari 1,1 juta kilometer persegi habitat harimau sumatera,” katanya.