Lepas dari film Terang Boelan, Roekiah bersama Kartolo kembali mendapat tawaran untuk bermain dalam film baru berjudul Fatima yang diorbitkan pada tahun 1938. Film garapan Tan's Studio ini kembali melibatkan Roekiah sebagai pemeran wanita utama, bersama Rd Mochtar yang digambarkan sebagai kekasihnya di film tersebut.
Meski tak dapat mengalahkan kesuksesan Terang Boelan, Fatima juga mengundang banyak antusias penonton kala itu. "Roekiah mendapat f.150 (gulden) sebulan, dan Kartolo mendapat f.50 dari Tan's Studio, harga yang fantastis untuk pribumi di masanya," tambah Anwar.
"Pada puncak popularitasnya, para penggemar meniru busana yang dikenakan oleh Roekiah dalam film-filmnya. Ia menjadi kiblat fesyen untuk wanita pribumi di seluruh Hindia-Belanda kala itu," tulisnya.
"Memiliki paras cantik, Roekiah mulai muncul secara rutin dalam berbagai iklan baik yang diproduksi pribumi maupun orang-orang Belanda," lanjutnya. Suara indahnya juga menghiasi sejumlah rekaman yang hadir di pasaran.
Baca Juga: Pengalaman Bung Karno Nonton Film Kelas Kambing Sampai Film Gedongan
"Pada wawancara tahun 1996, salah seorang penggemar mengungkapkan bahwa Roekiah adalah 'idola setiap pria'," tulis Woodrich. Sedangkan penggemar lainnya, menyebut Roekiah sebagai Dorothy Lamour-nya (aktris sohor dari Hollywood di Hindia Belanda) Indonesia.
"Roekiah selalu membuat penonton terlena di bangkunya saat ia mengalunkan lagu keroncong. Ia selalu mendapatkan tepuk tangan, sebelum atau sesudah bernyanyi. Bukan hanya kalangan pribumi. Banyak Belanda yang rajin menonton pertunjukan Roekiah!" dilansir dari Berita Buana Minggu yang terbit sekitar 1966.
Film-film Hindia Belanda direkam dalam bentuk film nitrat yang mudah terbakar. Nahas, setelah terjadi kebakaran, sebagian gudang Produksi Film Negara musnah pada tahun 1952, film-film lama yang direkam dalam bentuk nitrat juga ikut musnah.
Baca Juga: Melihat Produksi Loetoeng Kasaroeng, Film Bisu Pertama Indonesia
Roekiah wafat karena sakit pada tanggal 2 September 1945. Kematiannya juga bertepatan pada hari penyerahan Jepang yang secara resmi mengakhiri Perang Dunia II dan pendudukannya di Indonesia.
Roekiah dimakamkan di Kober Hulu, Jatinegara, Jakarta. Pemakamannya dihadiri oleh banyak elemen penting kenegaraan, mulai dari para artis hingga menteri Pendidikan saat itu, Ki Hajar Dewantara.
"Tulisan-tulisan mengenai Roekiah yang diterbitkan setelah kematiannya (1945), sering kali menyebutkan bahwa ia adalah idola dalam industri perfilman Indonesia," tulis Ekky Imanjaya. Ia menulis dalam bukunya berjudul A to Z About Indonesian Film, terbitan tahun 2006.
"Roekiah adalah ikon kecantikan pertama dalam industri perfilman Indonesia. Ia juga menyebut Roekiah dan Rd Mochtar sebagai selebriti yang memperkenalkan konsep 'bintang pelaris' pada perfilman dalam negeri," tambahnya.
"Bakatnya dalam dunia perfilman, merupakan bakat alami yang merupakan perpaduan pribadinya dengan pancaran kelembutan keayuan wajahnya yang penuh romantik," pungkasnya.