"Itu sangat mengesankan karena identifikasi dibuat hanya menggunakan penghubung fungsional, yang pada dasarnya adalah kumpulan skor korelasi." kata Amico.
Dalam penelitian ini, Amico memutuskan untuk membawa temuan ini selangkah lebih maju. Dia bertanya-tanya apakah sidik jari ini dapat diidentifikasi hanya setelah beberapa detik atau apakah ada titik waktu tertentu ketika mereka muncul – dan jika demikian, berapa lama momen itu akan bertahan?
“Hingga saat ini, ahli saraf telah mengidentifikasi sidik jari otak menggunakan dua pemindaian MRI yang diambil dalam periode yang cukup lama. Tapi apakah sidik jari benar-benar muncul setelah hanya lima detik, misalnya, atau perlu lebih lama? Dan bagaimana jika sidik jari dari area otak yang berbeda muncul pada waktu yang berbeda? Tidak ada yang tahu jawabannya. Jadi, kami menguji skala waktu yang berbeda untuk melihat apa yang akan terjadi.” terang Amico.
Baca Juga: Petunjuk Baru Mengapa Ukuran Otak Manusia Menyusut 3.000 Tahun Lalu
Tim menemukan bahwa sekitar 1 menit dan 40 detik sudah cukup untuk mendeteksi data yang berguna.
“Kami menyadari bahwa informasi yang dibutuhkan untuk membuka sidik jari otak dapat diperoleh dalam periode waktu yang sangat singkat. Tidak perlu MRI yang mengukur aktivitas otak selama lima menit, misalnya. Skala waktu yang lebih pendek juga bisa berhasil.” ujar Amico.
Studi Amico yang masih dalam tahap peer review ini telah ditulis dalam bioRxiv, dengan mencantumkan judul When makes you unique: temporality of the human brain fingerprint. Anda dapat mempelajarinya sendiri di sana.
Studi ini mengungkap bahwa sidik jari otak tercepat mulai muncul dari area sensorik otak, terutama area yang berkaitan dengan gerakan mata, persepsi visual, dan perhatian visual. Seiring berjalannya waktu, daerah korteks frontal, yang terkait dengan fungsi kognitif yang lebih kompleks, mulai mengungkapkan informasi unik. Sayangnya, menurut Amico, sidik jari otak unik ini dapat terus menghilang seiring dengan adanya perkembangan penyakit tertentu, misalnya Alzheimer.
“Semakin sulit untuk mengidentifikasi orang berdasarkan koneksi mereka. Seolah-olah seseorang dengan Alzheimer kehilangan identitas otaknya.” pungkas Amico.
Baca Juga: Tekanan Darah yang Optimal Membantu Otak Kita Tetap Awet Muda