Terkesan Remeh, Cuci Tangan Cegah Penularan Covid-19 hingga Penyakit Mematikan Pada Anak

By Sheila Respati, Selasa, 19 Oktober 2021 | 14:55 WIB
Cuci tangan. (freepik)

Nationalgeographic.co.id – Ajakan cuci tangan pakai sabun begitu santer semenjak pandemi Covid-19 melanda. Bahkan, cuci tangan pakai sabun menjadi satu dari protokol kesehatan 3M yang wajib dilakukan masyarakat untuk mencegah penularan Covid-19.

Kesadaran masyarakat untuk menjadikan cuci tangan pakai sabun sebagai kebiasaan juga meningkat. Survei Perilaku Masyarakat yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Selasa (13/7/2021) hingga Kamis (21/7/2021) menunjukkan proporsi populasi di kabupaten/kota Indonesia yang menerapkan kebiasaan ini meningkat jadi 75 persen.

Proporsi tersebut meningkat jika dibandingkan data yang didapat dari survei serupa pada 2018. Saat itu, proporsi populasi yang sadar melakukan cuci tangan pakai sabun berada di bawah 50 persen.

Duta Adaptasi Kebiasaan Baru Reisa Broto Asmoro mengatakan, perubahan perilaku masyarakat tersebut berdampak positif.

“Terbukti, cuci tangan pakai sabun terkesan remeh, tapi ternyata sangat penting dan kontribusinya signifikan dalam mengantar kita ke situasi yang lebih kondusif ini,” ujarnya.

Namun, menurutnya, cuci tangan tidak hanya dapat mencegah terjangkit Covid-19 tetapi juga sejumlah penyakit mematikan, terutama pada anak-anak. Hal itu ia sampaikan bertepatan dengan peringatan Hari Cuci Tangan Pakai Sabun pada Jumat (15/10/2021).

Baca Juga: Cara Efektif Melatih Kebiasaan Cuci Tangan

Reisa mengatakan, penerapan kebiasaan cuci tangan pakai sabun juga berdampak pada penurunan prevalensi penyakit diare hingga 30 persen, penyakit saluran pernapasan pada anak dan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) hingga 20 persen. Dua penyakit itu merupakan penyebab utama kematian balita di Indonesia.

“Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyerukan agar semua orang, di mana pun, harus melakukan praktik cuci tangan pakai sabun. Mari tingkatkan praktik cuci tangan kita sampai dengan 100 persen (bersih). Karena, ini (cuci tangan) adalah cara termudah, termurah, dan tercepat membunuh virus dan kuman lainnya di tangan kita,” ujar Reisa menurut keterangan tertulis, Selasa (19/10/2021).

Sayangnya, meski kesadaran cuci tangan meningkat, belum semua rumah tangga di Tanah Air punya fasilitas khusus untuk mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.

Data BPS pada 2020 menunjukkan, sebanyak 1 dari 4 orang Indonesia tidak memiliki fasilitas khusus untuk cuci tangan di rumahnya. Pemerintah pun terus mendorong tersedianya fasilitas cuci tangan di ruang publik.

Pandemi, ujar Reisa, mengajarkan bahwa ruang-ruang publik harus menyediakan fasilitas cuci tangan yang dapat digunakan masyarakat. Terutama, ruang publik seperti sekolah yang kini telah dibuka secara bertahap untuk pembelajaran tatap muka.

Fasilitas cuci tangan di sekolah jadi pendorong kepercayaan orangtua

Pemerintah telah melakukan upaya melalui kemitraan dengan pihak swasta dalam hal instalasi fasilitas cuci tangan, utamanya untuk sekolah-sekolah yang kini sudah kembali dibuka untuk pembelajaran tatap muka.

Pemerintah dan swasta memberikan sebanyak 15.000 sekolah akan menerima perlengkapan, seperti sabun batang dan cari, cairan pembersih tangan, dan cairan disinfektan. Sekolah-sekolah penerima meliputi SD, SMP dan madrasah tersebar di berbagai wilayah Indonesia.

Baca Juga: Sejarah Cuci Tangan, Praktik Kebersihan yang Sempat Kontroversial

Pemerintah, lanjut Reisa, juga mewajibkan sekolah untuk memiliki sarana cuci tangan yang memadai dan akses ke air bersih untuk dapat kembali dibuka.

“Sekolah yang aman Covid-19 termasuk dengan tersedianya fasilitas cuci tangan pakai sabun, hanya akan menambah kepercayaan diri orang tua untuk mengizinkan anak-anak mereka kembali ke sekolah,” tutur Reisa.

Hal tersebut, kata Reisa, berdasar pada hasil survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan UNICEF pada Jumat (10/9/2021) hingga Selasa (14/10/2021) di 34 provinsi Tanah Air. Survei tersebut  mengumpulkan tanggapan dari 1.200 orang tua dan wali murid anak prasekolah, taman kanak-kanak, SD, SMP dan SMA.

Hasil survei menunjukkan, sebagaian besar orang tua anak-anak di berbagai tingkat pendidikan percaya, bahwa sekolah sudah cukup siap melanjutkan pembelajaran tatap muka, dan akan mengizinkan anak-anak mereka kembali ke sekolah.

“Hal ini adalah perkembangan bagus sebagai hasil kerja keras kita bersama. Selain fasilitas cuci tangan, mitigasi risiko seperti kewajiban penggunaan masker, sistem hadir 50 persen, hingga saluran udara yang memadai dalam kelas juga diperlukan untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman bagi anak-anak,” kata Reisa.

Baca Juga: Curiga Kena Corona Saat Sedang Bepergian? Ikuti Langkah Berikut Ini

Ia menekankan, dengan adanya langkah-langkah mitigasi risiko COVID-19, seperti masker, saluran udara yang memadai di kelas, sistem hadir 50 persen, juga tersedianya tempat cuci tangan pakai sabun, maka sekolah dapat menjadi lingkungan yang lebih aman bagi anak-anak.

“Mari kita bertindak bersama untuk membuat cuci tangan pakai sabun dilakukan oleh semua.

Untuk masa depan kita, anak-anak kita, dan Indonesia yang jauh lebih sehat,” kata Reisa.