Ketika Dipanagara Bermalam di Fort Ontmoeting

By Mahandis Yoanata Thamrin, Rabu, 12 November 2014 | 10:45 WIB
Fort Ontmoeting atau Fort Oenarang, sekitar 1933 (Mahandis Yoanata Thamrin)

 

Sketsa Penangkapan Dipanagara karya Raden Saleh. (Koleksi Atlas van Solk, atas budi baik Werner Kraus)
 

Penampang melintang denah Fort Ontmoeting atau Fort Oenarang pada 1825. (Nationaal Archief Leiden, atas jasa baik Rick van den Dolder.)
 
Denah Fort Ontmoeting atau Fort Oenarang pada 1825. Legenda: A: Rumah komandan (tanda kuning). (Nationaal Archief Leiden, atas jasa baik Rick van den Dolder)
Denah Fort Ontmoeting atau Fort Oenarang pada 1825, orientasi arah ke utara. Legenda: A: Rumah komandan (tanda kuning), B: Barak, C: Ruang Penjaga, D: Provost, E: Latrine (toilet) untuk serdadu biasa, FG: Ruang tahanan, HH: Bangunan luar dari rumah komandan, I: Gudang Mesiu, K: Latrine (toilet) untuk komandan. ("Plan en profil van het fort Oenarang." 6 December 1825 Vervaardiging: "Weltevreden den 6 December 1825, getekend door H. Martens." Verwerving: Aanwinsten 1876, Verzameling Schneither, Nationaal Archief Leiden; atas jasa baik Rick van den Dolder)

M.A. Soetikno, seorang perupa dan pegiat budaya asal Ungaran. (Mahandis Y. Thamrin/NGI)
 

“Namun sekarang kondisinya sudah berubah,” ujar Soetikno dengan masam. “Itu sudah menjadi pro-kontra.” Kemudian dia memberikan alasan dari pernyataannya, renovasi benteng beberapa tahun lalu telah mengubah keasliannya. Kulit dinding yang awalnya dari campuran kapur dan batu bata halus telah dikupas semua dan berganti plester semen, demikian ungkap Soetikno. “Padahal menurut aturan harus dikembalikan sesuai bahan-bahan aslinya.”

Dari jendela lantai atas rumah komandan, Soetikno menunjuk halaman tengah benteng. “Granit-granit orisinal dan terakota sudah habis diganti keramik,” ujarnya. “Kusen dan daun pintu diganti tanpa memperhatikan benda cagar budaya semestinya.”

“Apapun yang terjadi kita tetap berupaya, bagaimana bangunan itu bisa difungsikan sebagai museum—syukur bisa dikembalikan seperti semula,” ujar Soetikno. “Kita melihat sisi jalan ke arah sana.”