Bersatu Demi Peradaban Bangsa

By , Sabtu, 15 November 2014 | 16:00 WIB

Kapten CPM Hengky Titoni tertawa kecut. Dia bersigegas memeriksa madu yang disimpannya di mobil patroli. Madu tersisa sepertiga botol.

Dia semula hendak meminta kopi kepada sejawatnya di posko keamanan. Bukan kopi yang dia dapat, justru madunya yang berkurang. Kawannya mengutip madu andalan komandan pasukan BKO PT Pertamina EP Prabumulih itu. Kerja keras pengamanan memaksa Hengky menjaga tubuhnya tetap bugar.

Bahkan malam itu, saat Prabumulih telah terlelap, Hengky menggelar taklimat bersama anggotanya. Pasukan BKO akan patroli menyisir pipa minyak. Lokasinya: sekitar Stasiun Pengumpul Beringin D.

"Kita akan memasuki daerah merah. Beberapa hari lalu Kapolsek Rambang tertembak kakinya di sana," Hengky mengingatkan anggotanya.

Peristiwa itu terjadi di siang bolong. Para pencuri merasa terdesak, dan menyerang polisi.

"Sopir jangan lari kalau terjadi apa-apa," kata Hengky, "ikuti saja tentara yang bersenjata. Atau tetap di dalam mobil." Selain pasukan BKO, patroli juga melibatkan satuan keamanan PT Pertamina EP dan kepolisian.

"Kabar terakhir mereka [para pencuri] belum ke luar dari hutan. Mereka juga menambah logistik," tuturnya.

Lima mobil patroli berjalan lambat. Selepas perempatan Negeri Agung, Hengky mengingatkan, "Kita sudah sampai. Di sini tempatnya." Malam itu, tempat di mana AKP Makmun Arrasyid tertembak, gelap gulita.

Babinsa Koramil Gelumbang, Nedi bersama tim keamanan PT. Pertamina EP Field Prabumulih saat menemukan pipa yang sudah dilubangi untuk pencurian minyak. Pencurian minyak kerap terjadi di kawasan ini. (Yunaidi/National Geographic Indonesia)

Modus para maling adalah mengebor pipa di kiri jalan, lalu selang disalurkan melalui gorong-gorong ke kanan jalan. Minyak curian ditampung tiga truk. Malam itu, keadaan aman terkendali.

Namun, pagi harinya terjadi usaha pembobolan minyak di tepi jalan raya Prabumulih – Palembang. Di pinggir jalan poros itu, maling membor pipa, memasang keran, dan membentangkan selang plastik ke seberang jalan lewat gorong-gorong.

Untungnya, aksi culas itu keburu babar. "Mungkin akan mencuri pas malam minggu saat warga liburan," duga Sersan Dua Nedi, bintara pembina desa Koramil Gelumbang, Muara Enim.

Dia sempat memeriksa lokasi itu pada pukul 2 dini hari. "Tapi belum ada [pencurian]," kata Nedi. Dari seorang informan, pada pukul 7 pagi, Nedi mendapatkan kabar adanya pembobolan minyak.

Untuk mengamankan jalur pipa, PT Pertamina EP Prabumulih bersama Kodam II Sriwijaya meneguhkan peran babinsa bersama mitra babinsa. Di sepanjang jalan lintas itu terdapat 105 mitra babinsa yang rutin berpatroli.

Kawasan ini benar-benar rawan. Rasa khawatir sering membersit tipis di wajah para mitra babinsa dan petugas keamanan. "Khawatir juga... tapi ini tugas negara," tutur Nedi.

!break!

Pipa plastik yang digunakan komplotan pencuri minyak. Nantinya minyak akan dialirkan menuju truk yang sudah dimodifikasi untuk menampung minyak. (Yunaidi/National Geographic Indonesia)

Maraknya kasus pencurian minyak tak menyurutkan upaya pemberdayaan masyarakat. Kriminalitas itu justru menggiatkan usaha pemberdayaan, yang merentang dari kesenian, tradisi, ekonomi, hingga pendidikan.

Seniman Aang Sungkawa misalnya, mengembangkan karya seni dari bahan-bahan terbuang. Kesukaan warga Prabumulih menikmati martabak menghasilkan timbunan kulit telur yang dibuang begitu saja. Dari limbah itu, Aang membuat lukisan berbahan kulit telur. Dia lantas mencoba pewarna alami: tanah galian, arang, dan ekstrak dedaunan.

Bagi Aang, alam telah menyediakan segala kebutuhan manusia. "Termasuk kebutuhan estetika. Dengan bersahabat dengan alam, Tuhan akan memberi jalan. Kita hanya tinggal belajar sedikit saja," tuturnya.

Sebagai seniman, kepuasan Aang bukan saat lukisannya terjual dengan harga mahal. Kebanggaannya terletak pada karya lukis yang ramah lingkungan dan bebas racun. "Sebagai seniman, saya harus membuat karya yang tidak meracuni, yang ramah lingkungan."

Kain songket hasil tenun yang menjadi kain andalan Provinsi Sumatra Selatan. (Yunaidi/National Geographic Indonesia)

Pada pameran karya seni House of Indonesia di Jiexpo, PRJ Kemayoran, Jakarta Pusat, Oktober lalu, karya Aang memikat banyak orang. Bahkan, pengunjung dari Belgia dan Uni Emirat Arab membeli semua lukisan Aang.

Tidak hanya bebas menumpahkan kreativitas, kiprahnya bersama PT Pertamina EP juga membawa perubahan dalam ekonomi Aang. Dia kini memiliki sekapling tanah dan bisa menjamin pendidikan anaknya. "Dari sebotol tanah [untuk melukis] bisa menjadi sekapling tanah," kelakarnya.

Daya cipta bahkan bisa memberi sentuhan baru bagi karya-karya yang mengakar pada tradisi leluhur. Tangan kreatif Eva Ramlan dari Azizah Songket memberi nuansa baru dalam pewarnaan kain jumputan.

Eva memanfaatkan kelir alami dari tumbuhan buat memberi rona kain khas Sumatra Selatan itu. Jumputan adalah teknik Sumatra Selatan dalam mewarnai dengan cara menjahit dan mengikat kain dengan tali rafia. "Pewarna alami lebih aman dan ramah lingkungan, meski warnanya tidak secerah pewarna kimia," imbuhnya.

Eva juga memberi sentuhan anyar dalam motif kain songket. Azizah Songket punya tiga motif baru: Papan Sekeping Nanas, Seinggok Nanas dan Cantik Manis Nanas.

Penenun di bawah naungan Azizah Songket sibuk menjalin benang emas untuk menghasilkan songket dengan kualitas terbaik di Prabumulih, Sumatra Selatan. (Yunaidi/National Geographic Indonesia)

"Semuanya serba nanas, buah andalan Prabumulih," tutur Eva sembari menegaskan desain baru kain songket itu dirancang oleh kakaknya. Tiga desain itu juga telah dipatenkan oleh PT Pertamina EP Limau Field.

Semangat berkarya juga tumbuh mekar di Tanjung Bulan, Rambang Kuang, Ogan Ilir. Di sana, Malikin beserta kelompok sapi dan biogas 'Rambang Sejahtera' sedang merintis budidaya sapi. "Peternakan sapi ini yang pertama di Tanjung Bulan," tutur Malikin, ketua Rambang Sejahtera.

Untuk mencari pakan sapi, saat kemarau panjang, Malikin bersama kelompoknya mesti mencari rumput hingga 30 kilometer. "Untungnya ada sepeda motor dari PT Pertamina EP. Kalau tidak ada, betapa susahnya kami."

Kotoran sapi dikumpulkan dan ditampung untuk biogas. "Ada dua reaktor biogas yang digunakan bergantian," papar Malikin, "biogas disalurkan ke sepuluh rumah."

Biogas itu dibangun oleh PT Pertamina EP Prabumulih dengan pendampingan Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan dari Surakarta, Jawa Tengah. "Reaktornya dari beton dan bisa bertahan lama."

Lalu, lahirlah gagasan membuat kompos dari limbah biogas. "Kami ingin memasarkan kompos cair dan padat yang dikemas dengan baik," harap Malikin.

Bermula dari budidaya sapi, lalu biogas, kompos, lantas kebun organik. Kendati begitu, perjalanan 'Rambang Sejahtera' tidak selalu mulus. Malikin menyatakan bahwa ada saja orang yang meragukan usaha kelompoknya. Keraguan orang-orang justru menjadi cambuk bagi kelompok ini. "Itu memotivasi kami," kata Rusman Nurdin, salah seorang anggota kelompok.

Kini, perlahan-lahan desa Tanjung Bulan memetik manfaat dari kiprah 'Rambang Sejahtera'. Pada saat lomba desa yang baru lalu, Tanjung Bulan meraih juara.

!break!

"Alhamduillah, komunikasi berjalan dengan baik," tutur Walikota Prabumulih Ridho Yahya. Selain dengan PT Pertamina EP Asset 2, Ridho juga menjalin komunikasi dengan PT Pertamina EP di Jakarta.

Komunikasi itu memperlancar sinergi antara pemerintah kota dengan PT Pertamina EP. Relasi itu, Ridho menyatakan, membuat program-program tanggung jawab sosial (CSR) berjalan lebih cepat. "Dulu program CSR tidak secepat sekarang," imbuhnya.

Ridho mengakui dulu dia salah menafsirkan peran PT Pertamina EP di Prabumulih. "Dulu saya pikir hasil dari PT Pertamina, pertama untuk menyejahterakan Prabumulih, lalu sisanya ke pemerintah pusat dan dibagi ke daerah lain."

Ternyata, lanjut Ridho, hasil migas dari Prabumulih digabung dengan daerah lain di Indonesia, dikumpulkan pemerintah pusat, baru dibagi. "Sebagian dikembalikan ke Prabumulih, sebagian ke daerah lain," Ridho memaparkan.

Kendati begitu, Prabumulih tidak patah semangat. Ridho menjalin kedekatan melalui program tanggung jawab sosial PT Pertamina EP.

Para penenun menjalin benang emas untuk menghasilkan songket terbaik. Salah satu usaha rumahan yang mampu menarik para wisatawan yang datang berkunjung ke Prabumulih adalah Azizah Songket. Secara konsisten rumah songket ini terus berproduksi untuk menghasilkan songket dengan kualitas terbaik di Prabumulih. (Yunaidi/National Geographic Indonesia)

"Sekarang program mendasar sudah berjalan. Contoh, sudah terpasang gas di rumah-rumah. Target saya 30.000 pasang instalasi gas. Alhamdulillah, tahun ini dengan dukungan PT Pertamina sudah terpasang 9.650 gas," ungkap Ridho yang bertekad menjadikan Prabumulih sebagai kota gas.

Gas Kota salah satu program Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral bagi daerah yang dilalui pipa gas. PT Pertamina EP berkontribusi dalam menjamin dan mengalokasikan gas bagi Prabumulih.

Begitu juga dalam pembangunan infrastruktur jalan di Prabumulih. Dahulu, pembangunan jalan terkotak-kotak. "Ini jalan PT Pertamina EP, ini jalan pemerintah. Sudahlah, jangan dipermasalahkan. Yang terpenting, jalan kita cor. Kita bisa menikmati bersama. Masyarakat tenteram, PT Pertamina juga bisa eksplorasi."

Hampir 40 persen jalan di Prabumulih merupakan jalan operasi PT Pertamina EP. Pengusahaan minyak dan gas bumi telah berlangsung sejak zaman kolonial, sementara Prabumulih baru menjadi daerah otonom pada 2001.

!break!

"Kita lebih giat dalam sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat. Peran PT Pertamina EP mengemban tugas negara. Jadi, kita berharap untuk saling membantu," ungkap General Manager PT Pertamina EP Asset 2 Pribadi Mahagunabangsa.

Bila tugas negara itu berjalan lancar, dan hasilnya besar, lanjut Pribadi, otomatis daerah setempat juga akan memperoleh bagi hasil yang besar. "Keselarasan pemerintah daerah dengan PT Pertamina EP itulah yang harus dijaga. Dulu sudah dilakukan, dan kini semakin intensif," papar Pribadi.

Dalam menjalankan operasinya, PT Pertamina EP membuka jalan yang kini menumbuhkan pusat-pusat ekonomi, pemukiman dan sarana transportasi lokal.

"Sejarahnya, memang kita yang membuka infrastruktur daerah-daerah berhutan. Itu untuk operasi PT Pertamina EP, yang kemudian tumbuh berkembang. Itu tidak bisa kita hindari."

Pribadi menuturkan bahwa untuk pengembangan infrastruktur harus bekerjasama dengan pemerintah daerah. "Artinya, tidak bisa lagi PT Pertamina EP memonopoli jalan," papar Pribadi, "jalan yang semula tak perlu bagus, akhirnya kita perbaiki bersama pemerintah Prabumulih."

Salah satu upaya pengembangan jalan tersebut, ungkap Pribadi, melalui program tanggung jawab sosial perusahaan. "Kita perbaiki agar bisa dilalui oleh masyarakat umum."

Pembangunan jalan telah dilakukan di Gunung Raja, Simpang Modong, Simpang Pinang, Pangkalan Babat, Pagar Dewa, dan Sialingan.

Demi generasi muda Prabumulih, PT Pertamina EP memberikan beasiswa untuk sekolah di Politeknik Akademi Minyak dan Gas Plaju selama 3 tahun. Program ini bakal membuka kesempatan bagi generasi Prabumulih menempuh pendidikan tinggi. Dari energi, gerak peradaban bangsa sedang dan terus berputar di Prabumulih.