Mengenang Kejayaan Majapahit dalam Kidung Tari Rajapatni

By Mahandis Yoanata Thamrin, Minggu, 23 November 2014 | 18:30 WIB
Candi Brahu yang berpendar saat perayaan hari jadi Kerajaan Majapahit. (Mahandis Y. Thamrin/National Geographic Indonesia)

Candi Brahu merupakan tinggalan Buddha dari zaman Majapahit. Bangunan batu bata merah ini berada di Trowulan, Mojokerto. (Mahandis Y. Thamrin/National Geographic Indonesia)
 

“Gayatri merupakan satu di antara empat istri Raden Wijaya—raja Majapahit pertama."

Adegan penobatan Wijaya sebagai raja digambarkan dengan seorang penari lelaki yang memakai mahkota. Dalam iringan kumandang Kakawin Nagarakertagama, sang lelaki itu menghampiri penari perempuan yang memerankan Gayatri. Selanjutnya, Gayatri ditahbiskan sebagai Permaisuri Rajapatni.

Meskipun tema kidung tari ini merujuk nama permaisuri Sang Raja, pagelaran berkisah tentang perjalanan masa akhir Singhasari hingga puncak keemasan Majapahit.

Kuluban, kudapan serba rebusan, disajikan kepada para pemirsa "Kidung Tari Rajapatni" yang duduk lesehan di rerumputan Candi Brahu. Kuluban kerap dijumpai dalam berbagai prasasti penetapan daerah sima (desa bebas pajak) di Majapahit. (Mahandis Y. Thamrin/NGI)

Munculnya sosok Gajah Mada didahului adegan terbunuhnya raja kedua Majapahit, Jayanegara—sepupu dari Gayatri. Tatkala Majapahit dilanda perang saudara dalam Pemberontakan Sadeng, Gajah Mada muncul sebagai penyelamat Majapahit.