Presiden Jokowi Jawab Permintaan Blusukan Asap ke Riau

By , Kamis, 27 November 2014 | 14:40 WIB

Kesediaan Presiden Joko Widodo Blusukan Asap ke Riau meninjau lokasi kebakaran lahan gambut dan hutan menumbuhkan harapan Indonesia bisa tanpa asap pada tahun depan.

Blusukan Asap yang dilakukan Presiden Jokowi menjadi langkah awal upaya mengatasi kebakaran lahan gambut dan hutan sebagaimana keinginan publik yang disuarakan melalui penandatanganan petisi online.

Petisi yang digagas Abdul Manan tersebut adalah petisi pertama yang ditujukan kepada Jokowi sebagai Presiden. Kemenangan petisi ini bisa menumbuhkan harapan bagi tercapainya perubahan-perubahan baik lainnya. Petisi online terbukti dapat menjadi sarana yang efektif bagi masyarakat dalam mendorong adanya perubahan kebijakan. (Untuk mengetahui jumlah akhir orang yang menandatangani petisi, bisa dilihat di sini)

Keberhasilan petisi dan kesediaan Presiden Jokowi Blusukan Asap ke lokasi kebakaran lahan gambut dan hutan amat diapresiasi oleh koalisi organisasi masyarakat sipil dari Walhi, Greenpeace Indonesia, dan Yayasan Perspektif Baru (YPB) bersama seluruh warga masyarakat Riau dan Indonesia.

Ini menunjukkan komitmen Presiden Jokowi menjadikan penyelesaian bencana ekologis tersebut sebagai prioritas dan agenda utama pemerintahannya.

!break!

Kamis ini (27/11), Presiden dan rombongan mendarat di Sungai Tohor, Kabupaten Kepulauan Meranti-Riau, untuk melihat langsung lokasi bencana ekologis dan berbicara dengan warga setempat termasuk Abdul Manan—warga Sungai Tohor yang menginisiasi petisi.

Abdul Manan juga menyampaikan bahwa tujuan akhir dari mengundang Presiden Blusukan Asap ke Riau bukan sekadar bertemu warga, akan tetapi juga penghentian kebakaran gambut melalui perubahan kebijakan.

Dalam kunjungannya, Presiden Jokowi memberikan pernyataan tentang komitmen pemerintah melindungi lahan gambut secara total.

Presiden Jokowi mengatakan bahwa kedatangannya ke lapangan membawa pesan bahwa ia sangat bersungguh-sungguh menjawab masalah asap dan semua persoalan di baliknya. Jokowi juga turun langsung melakukan penyekatan kanal di lahan gambut bersama Manan dan warga lainnya.

“Dengan menyekat kanal, lahan gambut akan basah sehingga tidak akan mudah terbakar atau dibakar. Ide atau gagasan masyarakat ini harus diangkat, dan sekat kanal harus dipermanenkan,” ujar Jokowi.

Ekosistem gambut di Riau telah mengalami "bleeding" atau "overdrainage" sehingga menjadi lebih rentan terhadap kebakaran dan bencana asap. Pengeringan gambut lewat kanalisasi diduga menjadi pemicunya. (Sumber: Haris Gunawan, Direktur Pusat Studi Bencana dari Universitas Riau)

Mengenai pencabutan izin perusahaan, Presiden sudah memerintahkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mengurus.

Wimar Witoelar, Pendiri YPB, mengatakan bahwa blusukan asap yang dilakukan oleh Presiden Jokowi ini merupakan kerja nyata dalam menangani kebakaran hutan dan gambut di berbagai daerah di Indonesia. 

Dalam pengalamannya mengikuti sekian pemerintahan baru, Wimar menilai ini adalah sikap yang paling decisive terjun menuju solusi yang "out of the box".

Menurut Longgena Ginting dari Greenpeace Indonesia, “Kita senang Presiden turun langsung ke lapangan dan tahu akar masalah kebakaran hutan. Dengan demikian Presiden Jokowi dapat langsung menetapkan langkah penting penyelamatan Indonesia dari kebakaran lahan gambut dan hutan — dengan memperpanjang, memperkuat, dan mengawasi pelaksanaan kebijakan moratorium, serta menerapkan kebijakan perlindungan gambut.

Upaya lain yang tak kalah penting untuk mengatasi karut-marut pengelolaan sumber daya alam adalah percepatan penyelesaian satu peta dan penetapan dasar hukumnya,” tambah Longgena.

!break!

Bencana kabut asap di Riau begitu lamanya terjadi hingga masyarakat Riau merasa sebagai hal yang wajar terjadi. Bagaimana tidak, kebakaran hutan gambut terus terjadi selama 17 tahun terakhir, tepat sejak izin-izin perkebunan sawit dan Hutan Tanaman Industri (HTI) diterbitkan secara masif.

Kendaraan melintas di Jalan Jenderal Sudirman, Pekanbaru, yang diselimuti kabut asap, Kamis (13/3/2014). Pemerintah Provinsi Riau mengimbau warga untuk menggunakan masker terkait kualitas udara yang memburuk. (Foto: TRIBUN PEKANBARU/Doddy Vladimir)

Tahun ini, asap tebal melingkupi tempat tinggal mereka hingga ke pelosok-pelosok desa di Riau selama enam bulan. Pada bulan Januari hingga Maret, lalu pada Juni hingga Agustus.

Perusahaan-perusahaan kelapa sawit sudah melakukan evakuasi, namun warga lokal tidak punya pilihan yang sama.

"Kami, masyarakat lokal, mau evakuasi ke mana? Ini rumah kami," kata Abdul Manan.

(Baca lagi: Derita di Tengah Kabut Asap yang Kian Pekat)

Bencana kabut asap yang dialami masyarakat Riau tidaklah ringan. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan bahwa pada periode Februari-Maret 2014, kebakaran hutan dan lahan gambut terjadi pada 24.000 hektar dan asapnya menyebabkan 58.000 jiwa menderita pneumonia, asma kronis, iritasi mata dan kulit.

"Tingkat intelegensi (IQ) anak-anak kita bisa menurun drastis," ujar Abdul Manan. Mirisnya lagi, janin-janin dalam kandungan terancam tumbuh tak optimal akibat ibu-ibunya terpapar asap. Kegiatan sekolah juga terganggu dan bisa terhenti selama berminggu-minggu, sehingga anak-anak Riau terengut haknya memperoleh pendidikan.