Peninggalan Kerajaan Sriwijaya Butuh Ekskavasi Berkelanjutan

By , Rabu, 10 Desember 2014 | 13:45 WIB

Tim pelaksana ekskavasi Kerajaan Sriwijaya dari Balai Arkeologi Palembang menimbun kembali lubang ekskavasi di Kompleks Pemakaman Gede Ing Suro, di Kota Palembang, Sumatera Selatan, seusai penelitian, Senin (1/12).

Penimbunan dimaksudkan untuk melindungi temuan yang masih ditinggal di bawah. Timbunan itu juga ditandai agar dapat dilanjutkan pada masa mendatang. Penelitian yang berlangsung sekitar 10 hari itu baru menembus lapisan peradaban yang diduga lebih muda dari masa Kerajaan Sriwijaya, yakni abad ke-7 hingga ke-13.

Kerajaan Sriwijaya memiliki banyak warisan budaya yang berharga, tetapi masih minim penelitian. Diperlukan ekskavasi berkelanjutan guna mengungkap peninggalan yang masih tersembunyi dari kerajaan yang hidup pada abad ke-7 sampai ke-13 Masehi itu.

Koordinator Tim Ekskavasi Pusat Kerajaan Sriwijaya Balai Arkeologi (Balar) Palembang, Tri Marhaeni, di Palembang, Rabu (3/12), mengatakan, banyak situs di Kota Palembang yang sangat berpotensi mengandung peninggalan Kerajaan Sriwijaya. Akan tetapi, hingga kini kawasan itu masih minim diekskavasi atau bahkan baru disurvei.

”Ekskavasi Situs Gede Ing Suro, misalnya, baru tiga kali sejak dilakukan sekitar tahun 1937, 1985, dan sekarang. Begitu juga dengan Situs Bukit Siguntang, yang baru dua kali. Situs Kambang Unglin baru survei saja, padahal banyak temuan manik-manik di sana,” paparnya.

Selama 20 November hingga 1 Desember 2014, Balar Palembang dengan dukungan dana dari Pemerintah Provinsi Sumsel melakukan ekskavasi pusat Kerajaan Sriwijaya di tiga lokasi, yaitu di Bukit Siguntang, halaman Museum Mahmud Badaruddin II Palembang, dan kompleks pemakaman Ki Gede Ing Suro.

Penggalian arkeologis di tiga lokasi ini ditimbun kembali pada Senin, seiring berakhirnya waktu penelitian.

Galian ekskavasi ditimbun untuk melindungi temuan-temuan yang belum diangkat. Setelah ditimbun, situs itu ditandai agar dapat digali lagi pada masa mendatang.!break!

Sejumlah temuan dari ekskavasi di tiga lokasi itu memperkuat dugaan pemetaan kawasan Sriwijaya pada masa lalu di Palembang. Bukit Siguntang, yang mengungkap sejumlah struktur bangunan bata dari zaman Sriwijaya, diduga menjadi pusat peribadatan.

Dari temuan banyaknya keramik dan gerabah, kawasan Sungai Musi di sekitar Jembatan Ampera dan Museum Sultan Mahmud Badaruddin diduga merupakan kawasan permukiman yang cukup ramai.

Adapun penggalian arkeologis di pemakaman Ki Gede Ing Suro menemukan keramik, gerabah, dan sisa kayu yang diduga bagian dari anak tangga yang digunakan sebagai peralatan peribadatan. Dugaan ini berasal dari temuan arca Buddha di sekitar kawasan itu pada masa lalu.

Ekskavasi di halaman Museum Sultan Mahmud Badaruddin II dan kompleks pemakaman Ki Gede Ing Suro mencapai kedalaman sekitar 1,5 meter. Temuan material di halaman museum itu cukup padat dengan struktur kayu dan batu bata yang diduga campuran dari zaman Kesultanan Palembang dan kolonial Belanda.

Prasasi Kedukan Bukit yang ditemukan pada tahun 1920 di tepian Sungai Tatang yang mengalir ke Sungai Musi, di kawasan Karanganyar di Palembang saat ini. (Reynold Sumayku/National Geographic Indonesia)

Ekskavasi di tepi Sungai Musi ini menjadi lebih sulit akibat genangan air dari sungai dan air hujan. ”Untuk benar-benar menemukan peninggalan Sriwijaya di sini, mungkin butuh ekskavasi bulanan. Peninggalan mungkin terpendam hingga 3-4 meter,” kata Budi Wiayana, Koordinator Tim Ekskavasi Pusat Kerajaan Sriwijaya di Museum Sultan Mahmud Badaruddin II.