Analisis Awal: Apakah QZ8501 Terlambat Naikkan Ketinggian?

By , Minggu, 28 Desember 2014 | 20:43 WIB

Pada waktu yang berdekatan dengan hilang kontaknya pesawat AirAsia QZ8501, Minggu (28/12), ada lebih dari satu penerbangan yang melintas di jalur penuh awan tersebut. Namun, posisi AirAsia QZ8501 berada pada posisi terendah di ketinggian jelajah, dibandingkan pesawat lain.

"Semua pesawat lain berada di ketinggian lebih dari 34.000 feet, ketinggian saat pesawat QZ8501 disebut hilang kontak," kata pemerhati penerbangan, Yayan Mulyana, Minggu petang. Pada saat pesawat ini hilang kontak, lanjut dia, beragam perangkat pelacak pesawat memperlihatkan ada banyak pesawat lain di jalur itu.

Yayan menyebutkan, ada setidaknya empat pesawat lain yang berdekatan dengan QZ8501 pada saat itu, yakni Garuda Indonesia berkode penerbangan GIA602, pesawat Lion Air berkode LNI763, AirAsia berkode penerbangan QZ502, dan Emirates berkode penerbangan UAE409.

Dari data yang Yayan dapatkan, ketinggian GIA602 adalah 35.000 kaki, LNI763 38.000 kaki, QZ502 38.000 kaki, dan UAE409 35.000 kaki. "Kontak terakhir disebut QZ8501 minta menambah ketinggian 6.000 feet dari 32.000 feet. Kemungkinan pilot langsung menaikkan ketinggian, tidak memutar dulu misalnya, tetapi tidak terkejar untuk menghindari awan CB." (Baca juga BMKG: AirAsia QZ8501 Berhadapan dengan Awan Kumulonimbus hingga 48.000 Kaki).

Sebelumnya diberitakan, lokasi di posisi terakhir kontak pesawat AirAsia berkode penerbangan QZ8501 dipenuhi awan cumulonimbus, yang di kalangan praktisi dan akademisi kerap disebut dengan singkatan "CB". (Baca juga Air Asia QZ8501 Sempat Terekam Flightradar24).

!break!

Penting, transkrip terakhir

Menurut Yayan, yang sebelumnya lama menjadi praktisi penerbangan penerbangan ini, keberadaan awan CB sebenarnya bisa diketahui berpuluh-puluh mil sebelumnya.

Analisis perpindahan jalur penerbangan pesawat AirAsia berkode penerbangan QZ8501 yang hilang dalam penerbangan dari Surabaya ke Singapura, Minggu (28/12). Jalur yang dipakai pesawat ini saat hilang kontak adalah M635. (KOMPAS.com/Istimewa)

"Tergantung versi radar di pesawat. Harusnya cukup waktu untuk menghindar. Bisa dapat informasi pula dari pesawat lain yang melintas di situ sebelumnya, bisa komunikasi langsung dengan menara kontrol maupun pesawat lain yang saat itu terbang," papar Yayan.

Namun, Yayan menolak menjawab kenapa sampai pesawat ini diduga terlambat menambah ketinggian ketika berhadapan dengan awan CB. (Baca juga Mengapa ATC Tidak Izinkan QZ 8501 Naik Ketinggian Terbang?).

Ketiadaan kode darurat pilot, menurut Yayan, sangat mendukung dugaan pesawat terjebak dalam kungkungan awan CB. "Itu awan, tapi berat karena ada butiran es. Bisa merusak instrumen pesawat, dari komunikasi sampai strukturnya," ujar dia. "Kalau sudah begitu, selain alat rusak, kemungkinan pilot sudah sangat panik bahkan untuk sekadar bilang 'Mayday'," tutur dia.

Yayan menambahkan kemungkinan pesawat rusak karena tersambar petir justru kecil. Dia mengatakan, pesawat yang dipakai AirAsia ini memakai empat lapis sistem pengaman elektrik, sehingga gangguan listrik bahkan ledakan di pesawat tidak akan serta-merta mematikan pasokan listrik. "Setidaknya, pilot masih akan sempat bilang 'Mayday'," kata dia.

Ketiadaan panggilan dan sinyal darurat dari pesawat, menurut Yayan, menunjukkan pesawat pada situasi yang sangat berat, dengan kejadian teramat cepat yang merusak peralatan komunikasi dan kemungkinan pesawat itu sendiri.