Apa yang ditemukan para peneliti di dalam sedimen dalam bejana tersebut adalah zat yang disebut miliacin. Zat ini dianggap sebagai indikator keberadaan millet, semacam biji-bijian sereal.
Selain itu, para peneliti juga mendeteksi jejak rempah-rempah yang berbeda dan tepung kentang yang dimasak. Temuan ini membuat mereka percaya bahwa nenek moyang manusia di daerah tersebut pada 3.000 tahun lalu menggunakan bejana itu untuk membuat bir herbal pahit yang terbuat dari millet.
Setelah penemuan itu, ahli kimia Lukáš Kučera dari University of Olomouc kemudian memutuskan untuk membuat bir berdasarkan resep lama yang didapat dari sedimen dalam bejana kuno tersebut. Bir itu dibuat dengan komposisi bahan berupa millet, apsintus (sejenis tanaman herbal), dan ragi liar.
Baca Juga: Resep Medis 'Bapak Kedokteran' Tersingkap di Biara Kuno Mesir
Kučera mengaku ingin membuat bir tersebut karena terinspirasi oleh bir lambic Belgia. Itu adalah jenis biar yang pembuatannya dibiarkan di tong terbuka, di mana ragi liar dan bakteri dibiarkan tinggal dan kemudian disimpan dalam tong sampai tua.
"Apa yang membuat bir ini spesifik adalah perlu difermentasi dengan ragi liar. Anda tidak dapat membeli ragi jenis ini di toko. Itu sebabnya saya sengaja memfermentasi bir di sekitar apel," katanya seperti dilansir Czech Radio.
Baca Juga: Misteri Mumi Manusia Tollund Terpecahkan Berkat Makanan Terakhirnya
"Bir ini memiliki rasa asam khas yang akan mengingatkan Anda pada sari buah apel atau anggur, bukan bir. Warnanya seperti bir, baunya seperti sari buah apel dan rasanya sedikit seperti lemon."
Zuzana Golec Mírová dari Fakultas Seni di Charles University mengatakan bahwa volume bejana yang besar menunjukkan bahwa isinya dikonsumsi oleh sekelompok orang dalam jumlah besar.
Bejana Zaman Perunggu yang langka itu kini telah dipugar dan akan menjadi bagian dari pameran permanen di East Bohemian Museum di Pardubice. Tomáš Libánek, direktur museum tersebut, berharap di masa depan bir millet yang dibuat berdasarkan resep berusia 3.000 tahun itu dapat disajikan di kafe museum.
"Itu adalah semacam acara sosial di mana orang-orang ini berkumpul dan mengonsumsi sesuatu yang mungkin bersifat halusinogen untuk berkomunikasi dengan dewa, karena alkohol itu sendiri berfungsi sebagai semacam mediator antara manusia dan dewa."