Tim SAR Juga Harus Mengutamakan Keselamatan dalam Pencarian

By , Kamis, 1 Januari 2015 | 11:18 WIB

Sudah lebih 60 jam lebih Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Banda Aceh 593 mengarungi lautan untuk melakukan operasi Search and Rescue (SAR) terhadap korban dari jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501.

Kapal buatan dalam negeri produksi PT PAL (persero) ini berangkat dari Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, pada Senin (29/12/2014) malam. Pencarian tak selalu seketika mendapatkan hasil. Kenapa? Jawaban sederhana pun muncul: "Karena tim SAR juga harus mengutamakan keselamatan mereka."

Dari awal perjalanan, Komandan KRI Banda Aceh Letnan Kolonel Laut (P) Arief Budiman sudah mewanti-wanti kepada seluruh pasukannya, "Kita mencari korban hilang, jangan sampai malah jadi korban dan dicari."

Wartawan Kompas.com ikut dalam KRI Banda Aceh ini melihat langsung seperti apa perintah Arief itu diterjemahkan. Semua pergerakan dilakukan hati-hati dan penuh perhitungan, tidak terburu-buru apalagi grasa-grusu.

Dari awal, KRI Banda Aceh bersama KRI lain yang diterjunkan, diberi waktu cukup lama, yakni 20 hari untuk melakukan pencarian. Waktu tersebut masih fleksibel dan bisa saja diperpanjang lagi jika tanda-tanda pesawat AirAsia belum juga terlihat.

Namun belum satu hari penuh KRI Banda Aceh melakukan perjalanan, tepatnya pada Selasa (30/12/2014) siang, kabar ditemukannya serpihan pesawat berikut korbannya, sudah muncul.

KRI Banda Aceh yang semula masih dalam perjalanannya menuju perairan Belitung Timur, langsung memutar arah menuju perairan Karimata, di Pangkalan Bun. Dalam perjalanan, masih berpuluh-puluh mil jauhnya dari lokasi penemuan, tim TNI AL sudah siap siaga melakukan pencarian.

Dua prajurit disiagakan dengan teropong jarak jauh di sisi kiri dan kanan anjungan kapal. Saat langit sudah gelap, lampu sorot yang juga ada di sisi kiri dan kanan kapal bergerak ke sana kemari untuk mencari apa saja benda yang sekiranya bagian dari pesawat AirAsia.

Namun, hingga kapal tiba di sekitar lokasi penemuan pukul 22.00 WIB, hasilnya masih nihil. Pencarian akan dilanjutkan besok paginya dengan harapan cuaca akan cerah.

!break!

Cuaca buruk sepanjang hari

Rabu (31/12), seharusnya menjadi hari yang besar bagi seluruh penumpang KRI Banda Aceh dalam operasi SAR ini. Pencarian besar-besaran akan dilakukan sejak matahari terbit hingga tenggelam kembali. Pemindahan jenazah yang sudah ditemukan, dari kapal ke Pangkalan Bun, juga seharusnya dilakukan.

Dari malam harinya, saya dan beberapa awak media lain yang ikut dalam kapal itu, memutuskan untuk tidur lebih cepat agar bisa mendokumentasikan proses pencarian dan pemindahan ini dengan baik. Para prajurit yang tidak berjaga malam, juga sudah cepat kembali ke kamarnya masing-masing. 

Tim SAR memperlihatkan barang dan serpihan yang diambil dari Laut Jawa dalam operasi pencarian pesawat AirAsia QZ8501, di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Selasa (30/12/2014). Sejumlah barang dan jenazah sudah berhasil diangkat oleh tim SAR dari laut. (AFP PHOTO / BAY ISMOYO via Kompas.com)

Namun, begitu saya bangun dan menjejakkan kaki keluar kamar, hujan dengan intensitas ringan langsung menyambut. Tiupan angin dan gelombang laut juga cukup besar. Langit di kejauhan tampak berkabut yang membuat jarak pandang lebih pendek. Keadaan cuaca yang tentu saja sedikit menurunkan semangat saya.

Sang pilot helikopter, juga terlihat duduk lemas memandang "sang burung besi" yang harusnya dia terbangkan hari itu. "Kalau cuaca begini terus tidak akan bisa. Jangan sampai kita mau men-SAR orang, malah jadi kita yang di-SAR," kata sang pilot menirukan kurang lebih kata-kata Komandan Arief.

Akhirnya pada hari itu, sembari menunggu cuaca membaik, pencarian dilakukan mengandalkan pandangan dari anjungan darat memakai teropong di kedua sisi kapal. Beberapa barang yang diduga bagian dari pesawat AirAsia seperti kayu, dasi, botol dan baju pelampung ditemukan.

!break!

Tim SAR membiarkan barang-barang kecil itu hanyut terbawa ombak karena bukan prioritas. Terlebih lagi Presiden Joko Widodo sudah mengingatkan bahwa yang paling utama saat ini adalah mencari korban.

Sambil menunggu KRI Banda Aceh menemukan korban, saya dan awak media lain selalu bertukar informasi dengan kapal-kapal pencari lain. Hingga Rabu malam, KRI Bung Tomo sudah menemukan 3 jenazah, 2 wanita dan 1 laki-laki.

KRI Hasanudin menemukan 1 jenazah laki-laki. KRI Yos Sudarso menemukan 1 jenazah pramugari dengan nametag Khairunisa Haidar. Kapal Malaysia KD Lekir yang ikut membantu pencarian juga menemukan 1 jenazah laki-laki, teridentifikasi sebagai Kevin Alexander Sutjipto dari KTP di dompetnya.

Rencananya, jika cuaca sudah membaik, semua jenazah itu akan digabungkan ke KRI Banda Aceh untuk diterbangkan dengan helikopter ke Pangkalan Bun.

Libatkan kapal warga

Hingga Rabu petang, cuaca ternyata juga tak kunjung membaik. Hujan masih turun dengan intensitas ringan, angin berhembus kencang, dan kabut juga cukup tebal. Upaya untuk mengevakuasi jenazah ke Pangkalan BUN, semula hendak ditunda sampai keesokan harinya.

Namun, pada Rabu malam, tim SAR mencoba menggunakan cara alternatif dengan menggunakan jalur laut. Sebuah kapal warga jenis Tug Boat yang kebetulan melintas, ikut dilibatkan untuk membantu proses pemindahan jenazah.

!break!

Satu jenazah di KRI Yos Sudarso dan satu lainnya di KRI Hasanuddin diantarkan ke Pangkalan Bun dengan Tug Boat tersebut. Komando Pasukan Katak yang sudah siaga di KRI Banda Aceh, diminta untuk mengawal jenazah sampai ke tempat tujuan.

Saya dan awak media lain yang semula berencana ikut perjalanan pemindahan dengan helikopter, tak diizinkan mengikuti perjalanan dengan tug boat. Keselamatan, lagi-lagi menjadi alasan yang paling utama.

"Ngapain ikut sih? Berbahaya itu. Nanti kalau kalian kenapa-kenapa, malah ikut-ikutan dicari bagaimana? Nyawa kalian lebih penting daripada berita," kata kata Komandan SAR Guskamlabar, Laksma TNI Abdul Rasyied.

Rupanya peringatan Rasyied benar adanya. Proses berpindah dari KRI Banda Aceh ke tug boat tersebut bukan lah hal yang mudah. Tiga anggota Komando Pasukan Katak yang sudah terlatih dengan fisik prima pun masih mengalami kesulitan.

Untuk anggota Kopaska bisa berpindah, tug boat harus menempel sedekat mungkin dengan badan Kapal KRI Banda Aceh. Setelah posisi aman, maka anggota anggota Kopaska turun dari lantai dua Kapal dengan menggunakan anak tangga dari kayu.

Namun, gelombang besar hingga angin kencang membuat tug boat yang hendak merapat justru membentur dinding KRI Banda Aceh. Alhasil tug boat itu harus menjauh dan mengatur posisi terlebih dahulu sebelum kembali merapat. Berulang kali upaya yang sama dilakukan, tetapi selalu menemui jalan buntu.

Kembali, karena alasan keselamatan, anggota Kopaska batal terjun ke tug boat. Kedua jenazah yang sudah berada di dalam tug boat, akhirnya dipercayakan kepada warga pemilik tug boat itu, untuk dibawa ke Pangkalan Bun tanpa pengawalan dari TNI AL.

Pagi ini, Kamis (1/1), cuaca terpantau cukup cerah di lokasi. Upaya pencarian dan pemindahan akan dicoba dilakukan kembali, tentunya dengan hati-hati dan tetap menomor satukan keselamatan para Tim SAR.

Pada pagi ini, semua jenazah yang ditemukan hingga Rabu malam sudah berpindah ke Pangkalan Bun untuk menjalani proses penanganan berikutnya. Dari semuanya, penyelamat harus tetap selamat juga untuk tetap dapat melakukan tugas penyelamatan.