Hasilnya menunjukan kemungkinan ada variasi regional yang signifikan dalam dampak iklim. Simulasi memprediksi pendinginan belahan bumi utara setidaknya sekitar 4 derajat celcius dengan pendingingan regional setinggi 10 derajat celcius tergantung pada parameter model.
Sebaliknya, bahkan di bawah kondisi letusan yang paling parah, pendinginan di belahan bumi selatan -termasuk wilayah yang dihuni oleh manusia purba- tidak mungkin melebihi 4 derajat celcius. Meskipun wilayah di Afrika selatan dan India mungkin telah mengalami penurunan curah hujan pada suhu tertinggi dengan tingkat emisi belerang yang tinggi.
Hasilnya menjelaskan bukti arkeologi independen yang menunjukkan letusan Toba memiliki efek sederhana pada perkembangan spesies hominid di Afrika. Letusan Gunung Toba memang menyebabkan gangguan iklim yang parah di banyak wilayah di dunia, tetapi populasi manusia purba terlindung dari efek terburuk. Menurut penulis, pendekatan simulasi ensemble mereka dapat digunakan untuk lebih memahami letusan eksplosif masa lalu dan masa depan lainnya.
Menurut peneliti, hasil analisis mereka tersebut menyesuaikan distribusi simulasi dampak iklim dari letusan dengan catatan paleoklimatologi atau ilmu mengenai perubahan iklim dan arkeologi. "Pandangan probabilistik gangguan iklim dari letusan super terbaru di bumi ini menggarisbawahi distribusi dampak sosial dan lingkungan yang diharapkan tidak merata dari letusan eksplosif yang sangat besar di masa depan," kata Black.