Jadikan Sampah Tambang Uang, Bukan Beban

By , Senin, 5 Januari 2015 | 19:30 WIB

Hidup bergelimang sampah. Lebih kurang itulah potret ibu kota Jakarta kini. Kota ini memang belum memiliki sistem pengelolaan limbah domestik yang baik dan terpadu. Dari total limbah domestik yang dihasilkan sekitar 10 juta penduduknya, hanya kurang dari 3 persen yang dikelola secara benar.

Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta menyebutkan, instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) domestik baru ada di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan. Di kawasan itu, air buangan dari dapur, bekas cuci pakaian, dan air mandi (grey water) diolah dan ditampung di Waduk Setiabudi. IPAL di kawasan ini melayani kalangan berpunya.

Adapun sebanyak 16 persen limbah domestik dikelola secara komersial oleh swasta. Sisanya sebanyak 71 persen masih ditangani sendiri oleh warga, yang tentu saja masih jauh dari profesional. Warga biasanya mengolah air limbah domestik bersamaan dengan limbah kotoran (black water).

Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Sanitasi Lingkungan BPLHD Jakarta Andono Warih mengatakan, sebagian besar warga masih mengandalkan septic tank untuk pembuangan limbah. Sementara limbah grey water masih lebih banyak dibuang ke badan sungai.

Limbah domestik ini mencemari air sungai di Jakarta. Berdasarkan pemantauan di 75 lokasi di DKI Jakarta pada 2012, tak ada air sungai yang berstatus memenuhi baku mutu baik.

”Sebanyak 70-80 persen polusi air disebabkan limbah domestik karena lebih banyak yang masuk ke selokan besar,” ujar Andono, Jumat (19/12).

Jakarta saat ini baru akan membangun instalasi pengolahan air limbah domestik (sewerage)  di 15 zona. Proyek Kementerian Pekerjaan Umum, JICA, dan Pemprov DKI Jakarta ini diproyeksikan selesai pada 2050.

Buruknya pengelolaan air limbah domestik di Jakarta itu bahkan menjadi sorotan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). BPK telah memeriksa kinerja tujuh entitas satuan kerja perangkat daerah (SKPD), yaitu BPLHD, Dinas Tata Ruang, Dinas Kebersihan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan, Dinas Pekerjaan Umum, dan PD Pengelolaan Air Limbah Jaya (PD PAL Jaya).

”Audit dilakukan BPK agar ada perbaikan anggaran maupun aturan,” ujar Harwinoko, Kepala Sub-Auditorat DKI II.

Dari hasil pemeriksaan itu diketahui, Pemprov DKI Jakarta belum mengorganisasi pengelolaan limbah domestik secara optimal. Selain itu juga terungkap, Jakarta belum punya peraturan daerah untuk mengatur limbah domestik.

Kepala Subbagian Hukum BPK DKI Gunawan Firmanto berharap Pemprov DKI segera membuat perda dan membentuk lembaga yang bisa fokus menangani limbah domestik.

Ke depan diharapkan penerbitan dokumen rencana tata letak bangunan (RTLB) dan izin mendirikan bangunan (IMB) bisa lebih memperhatikan perencanaan dan instalasi air limbah domestik.!break!