Kisah Pilu Rombongan yang Gagal Selamat dari Letusan Vesuvius

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Minggu, 31 Oktober 2021 | 10:00 WIB
Replika salah satu dari 13 jasad pelarian yang ditemukan di situs Garden of Fugitive yang ditemukan Amadeo Maiuri. Jasad ini memiliki kisah dan identitas yang terungkap lewat penelitian modern. (Mary Harrsch)

Nationalgeographic.co.id - Selama sekitar 2.000 tahun Gunung Vesuvius menutupi kota kuno Pompeii, para arkeolog terus menguak peninggalan jejaknya yang masih tertimbun. Gunung itu melontarkan materi lewat awan yang membumbung ke langit, dan ada juga yang turun melalui lereng dengan suhu yang sangat panas.

Beberapa bangunan masa itu runtuh, dan penduduk pun tewas karena terjebak kondisi. Kemudian kisahnya terungkap lewat penggalian yang menemukan bangunan arsitektur kota kuno itu yang bernuansa Romawi.

Selain itu jasad dan kerangka terus dilaporkan pula penemuannya lewat ekskavasi arkeologi. Meski berbagai penelusuran para ilmuwan mengungkap kisah hidupnya, bukan berarti kisah kematiannya bisa benar 100 persen.

Baca Juga: Kerangka Korban Letusan Vesuvius Ditemukan di Dekat Pantai Kuno

Salah satunya cerita dari rombongan yang terdiri dari 13 orang untuk menyelamatkan diri. Mereka ditemukan di situs The Garden of the Fugitives, Pompei, Italia, yang kini bisa dilihat oleh para pengunjung.

Awalnya situs ini ditemukan oleh Amedeo Maiuri, seorang pengawas Pompeii, pada 1961, dan dipublikasikan kisahnya di majalah National Geographic edisi November 1961 bertajuk Last Moments of the Pompeians. Kumpulan 'manusia beku' itu berisi daging dan tulang yang sudah membusuk.

Dari 13 orang itu, Maiuri membaginya menjadi tiga kelompok: keluarga pedagang, ibu dan anak-anak, dan keluarga petani. 

Baca Juga: Kereta Upacara Romawi Ditemukan di Pompeii, Terkubur 2.000 Tahun

"Katanya (Maiuri) mereka adalah dua anak laki-laki yang dia pikir berpegangan tangan dan jatuh bersama. kemudian sang ibu, tubuhnya sudah melemah karena melahirkan, memegang si bungsu perempuan, dan coba mengurangi rasa sakitnya," terang Estelle Lazer, pengajar arkeologi di University of New South Wales dan University of Sydney, mengenai kelompok ibu dan anak-anak.

Tapi Lazer, bersama tim penelitiannya ingin mengetahui identitas para pelarian itu. Pemindaian yang dilakukan pada ke-13 jenazah itu dilakukan dengan sinar X untuk menembus plester, dan pemindai 3 dimensi untuk membuat replika digital.

Kegiatan penelitian itu terekam dalam dokumenter National Geographic tahun 2019 berjudul Pompeii: Secrets of the Dead. Sedangkan laporan penelitiannya tersedia Papers of the British School at Romeyang dipublikasikan secara daring Desember 2020.

Baca Juga: Terungkap, Begini Penampakan Lapak Kaki Lima 2.000 Tahun Lalu

13 jasad pelarian yang hangus ketika Gunung Vesuvius erupsi. Mereka menyimpan kisahnya masing-masing. (Wikimedia)

Ketika pemindaian dilakukan secara masif, ternyata para pelarian itu terbaring di dinding kota Pompeii kuno, yang sebenarnya memungkinkan mereka melarikan diri.

"Rasanya aneh mengupas kisah lama tentang orang-orang ini, karena mereka telah menjadi bagian dari sejarah modern Pompeii sebagai situs arkeologi," terang Kevin Dicus, asisten profesor di Classics Department, University of Oregon, yang mendalami Pompeii dan turut membantu pekerjaan Lazer dan tim.

"Namun kini kita memiliki teknologi untuk meneliti lebih dalam, benar-benar melihat lebih dalam ke plesternya."

Hal pertama yang mereka temukan bahwa seorang pria di kelompok keluarga pedagang, berbeda dengan apa yang dianggap Maiuri sebelumnya. Maiuri mengira, pria dengan posisi setengah terbaring dengan bertumpu pada sikunya, menandakan sebagai bapak yang sedang melindungi keluarganya.

Baca Juga: Akrotiri, Kota Kuno di Santorini yang Bernasib Sama Seperti Pompeii

Ternyata pria itu mengalami radang sendi yang cukup parah pada salah satu pergelangan tangannya. Tak hanya itu, dia juga mengalami patah tulang selama menjelang kematiannya dan mengalami keretakan pada tulang tangan dekat ketiaknya.

"Sayangnya orang menganggapnya sebagai patung, bukan individu," Lazer berpendapat mengenai sakit yang diderita jenazah pria yang baru terungkap ini.

Apa yang dilaporkan Amedeo Maiuri, menurut Lazer dan tim, memiliki kebenaran pada dua individu anak di kelompok keluarga petani di sisi lain dalam rombongan. Bahwa, ada dua anak yang diduga kakak dan adik berusia empat sampai lima tahun. Kebenarannya dibenarkan dalam analisis gigi mereka setelah dipindai.

Sisa bangunan di Pompeii yang ditinggalkan oleh penduduk akibat letusan Gunung Vesuvius. (Yunaidi Joepoet)

Jasad seorang anak juga ada pada tengah-tengah rombongan dengan pose tengkurap. Maiuri menggambarkannya sebagai anak perempuan yang kurus dan kurang bergizi.

Baca Juga: Penemuan Kerangka Manusia Mantan Budak di Kota Kuno Pompeii, Italia

Akan tetapi dalam pemindaian yang dilakukan Lazer dan tim, mengungkap bahwa jasad itu adalah bayi yang kemungkinan berusia 14 hingga 16 bulan. Identitas usia itu dapat ditentukan berdasarkan giginya belum berkembang sempurna pada gusi.

"Itu mengejutkan, karena jarang bayi yang bertahan dengan sangat baik dalam semua penelitian arkeologis," terang Lazer. "Tulang-tulangnya tidak dianggap sebagai sumber daya ilmiah hingga kini, sehingga tidak disimpan secara sangat hati-hati. Tulang bayi juga berbeda dengan tulang orang dewasa, jadi sangat memungkinkan mereka bila tidak diakui sebagai manusia."

Para peneliti beranggapan bahwa dengan adanya bayi dalam rombongan, tentunya menghambat laju lari mereka untuk menyelamatkan diri.

Baca Juga: Arkeolog Menemukan 'Kota Emas Luxor yang Hilang', Pompeii Versi Mesir

Terakhir, Maiuri memaparkan ada jasad yang tampak membawa gundukan di sisi ujung rombongan. Dia menyebutnya sebagai pelayan yang membawa barang untuk kebutuhan evakuasi. Sementara pemindaian forensik yang dilakukan Lazer dan tim tidak menemukan apa-apa dalam gundukan yang dikira tas perbekalan.

"Sayangnya tidak ada gigi dalam tengkorak yang bisa dipelajari. Jadi perkiraan usia kami murni berdasarkan kerangkanya" jelas Lazer. "Jadi yang sedang kami amati adalah seorang remaja muda."

Mereka tampak berusaha untuk sesegera mungkin untuk lari menyelamatkan diri secepat mungkin. Hal itu terungkap dengan hasil pemindaian bahwa mereka menggunakan alas kaki, termasuk remaja yang dikira Maiuri pelayan.

Pada salah satu jasad, terungkap telah kehilangan alas kaki di sisi kanannya, yang para peneliti perkirakan karena hilang dan terburu-buru lari. Namun, nahas yang dialami pada 13 orang itu karena usianya yang sia-sia hingga akhirnya awan panas menerjang membunuh mereka.