Sebulan terakhir, perhatian publik tertuju ke Kotawaringin Barat, khususnya Pangkalan Bun. Di sinilah basis utama pencarian korban dan badan pesawat AirAsia QZ 8501. Isu paling mutakhir adalah mencuatnya nama Kotawaringin Barat dalam penangkapan pejabat Komisi Pemberantasan Korupsi.
Akan tetapi, lupakan sejenak kedua hal itu! Mari menelusuri sisi-sisi mengasyikkan dari daerah di pesisir selatan Pulau Kalimantan ini.
”Kudirikan Negeri Sukabumi Kutaringin Baru Pongkalan Bu’un untuk Anak-anakku, Cucu-cucuku, Keturunanku, dan Orang-orang yang Mau Berdiam di Negeriku dalam Pengkuan Kesultanan Kutaringin”Kalimat itu bagian dari tulisan kuning pada papan hijau berpigura di dinding kayu balai kehadiran Istana Indrasari Karaton Lawang Kuning Bukit Indra Kencana (Istana Kuning) di Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.
Itulah amanah Pangeran Ratu Sultan Imannudin (Sultan IX) saat mendirikan tiang sangga buana pada Djamadil Awal 9 Hari Bulan 1221 Hijriah (27 Juli 1806) untuk memulai pembangunan istana baru sekaligus menyatakan ibu kota pemerintahan Kutaringin dipindahkan ke Pongkalan Bu’un (Pangkalan Bun).
Istana bermodel bangunan panggung itu selesai dibangun pada 1811. Istana itu dibuat dari kayu ulin atau dikenal dengan kayu besi yang amat tahan cuaca dan rayap. Istana itu pernah diperbaiki pada 1981-1982.
Sayangnya, pada 22 Desember 1986 pukul 10.00, istana itu hangus terbakar. Istana dari kayu ulin, yang amat kokoh dari gempuran angin dan hujan serta serangan rayap, takluk dilalap si jago merah. Istana dibangun kembali dengan bahan yang sama mulai 3 Oktober 2000, dan hingga kini belum dianggap selesai. Sebab, antar-bangunan tidak menyatu. Balai pengagungan dan pedapuran belum ada.!break!
Meskipun bernama Istana Kuning, nyaris tidak satu pun bagian bangunan yang dicat kuning. Warna itu justru terdapat di kain latar dinding dan lemari serta gorden karaton lawang, payung, panji, dan bendera kesultanan, serta sejumlah pusaka di ruang tersebut.
”Kuning mungkin dipilih sebagai warna kesultanan ini karena mendekati warna emas yang adalah lambang kemakmuran,” kata M Syairani, pemandu wisata Istana Kuning.
Warna emas terdapat pada deretan meriam di depan bangunan pusat pemerintahan satu-satunya kesultanan di Kalimantan Tengah ini. Di halaman juga ada prasasti silsilah Kesultanan Kutaringin.
Istana Kuning berdiri pada lahan seluas lebih kurang 2.000 meter persegi di pusat kota Pangkalan Bun. Di salah satu sisinya berderet rumah kayu yang dihuni kerabat kesultanan. Karena berada di pusat kota, istana mudah dijangkau dengan angkutan umum (taksi, ojek, mikrolet) dan kendara pribadi.
Area parkir cukup luas. Di sini ada papan informasi tata cara masuk istana. Di papan itu dicantumkan nomor telepon seluler pemandu. Pemandunya bernama Gusti M Nasar Halil, Bahransyah, dan M Syairani. Tanpa pemandu, pengunjung tidak bisa masuk menikmati istana.
Pemandu amat ramah dan dengan sabar menerangkan seluruh aspek Istana Kuning. Tak ada tarif atau retribusi untuk masuk kawasan ini. Juga tak ada tarif bagi pemandu. Jika ingin memberi, berilah dengan ikhlas dan sukarela untuk perawatan istana dan honor pemandu.!break!
FilosofiTiang-tiang dalam istana penuh ukiran. Salah satu motif ialah daun dan bunga teratai dan pakis di guci atau belanga. Guci adalah simbol hati. Dalam guci ada air yang memberi kehidupan. Bentuk daun teratai dan pakis yang keluar dari guci menyerupai air mancur.
Hati menyerap darah kotor dan mengeluarkan darah bersih. Air menyangga kehidupan tumbuhan yang menyerap udara kotor (karbondioksida) dan mengeluarkan udara bersih (oksigen). Motif itu mungkin ingin menunjukkan Kesultanan Kutaringin mengupayakan kehidupan indah, serasi, dan damai.
Di dalam salah satu lemari di ruang karaton lawang tersusun piring kecil, sedang, dan besar. Menurut Syairani, piring kecil untuk rakyat, piring sedang untuk bangsawan, dan piring besar untuk sultan. ”Jika semua makanan dalam piring besar itu habis dimakan oleh sultan, itu pertanda kerakusan,” katanya.
Untuk itu, dalam piring besar memang disajikan banyak makanan. Namun, sultan hanya mengambil yang diperlukan. Selebihnya dibagikan kepada rakyat. Makanan yang dibagikan itu bukan sisa, melainkan berkat dari sultan kepada rakyat. Pada prinsipnya, manusia makan dari piring kecil atau porsi cukup.
Di ruang itu juga ada kereta kencana, gong, dan alat musik kesultanan. Jangan lupa cermati benda-benda pusaka seperti tombak, panji, payung, dan bendera. Amati juga deretan lukisan Sultan I sampai Sultan XIV, foto Sultan XV, foto-foto lama Istana Kuning, foto-foto kerabat kesultanan, dan manekin berpakaian adat kesultanan.
!break!
Kota beringinPada abad ke-16, Pangeran Adipati Antakusuma, putra Sultan IV Kesultanan Banjar Mustain Nubillah (1650-1678), ingin memiliki kerajaan. Untuk itu, Pangeran harus berlayar ke barat dan menemui Kiai Gede, tokoh masyarakat yang konon disebut berasal dari Demak.
Pangeran pergi bersama 100 prajurit, keluarga, kerabat, dan sejumlah pusaka Kesultanan Banjar antara lain gong, tombak, dan trisula. Armada kapal-kapal kayu itu berlayar menyusuri sungai-sungai sampai ke Tanjung Pangkalan Batu di tepi Sungai Lamandau yang kini merupakan wilayah administrasi Kotawaringin Hilir, Kotawaringin Lama, dan Kotawaringin Barat.
Di tanjung itu berderet pohon beringin. Kawasan itu subur sebab dilintasi beberapa sungai. Di sana pula, Pangeran menemui Kiai Gede dan mulai membangun kerajaan baru dengan nama Kutaringin (kota beringin).
Di sana, Pangeran membangun keraton yang dinamai Astana Alnursari dan bertakhta sebagai Sultan I Kesultanan Kutaringin, 1673-1696. Karena masih berkerabat dengan Kesultanan Banjar, Kutaringin juga disebut kecabangan Banjar. Kiai Gede diangkat sebagai mangkubumi atau perdana menteri.
Kesultanan Kutaringin mencapai kejayaan di era Sultan VII Pangeran Ratu Bagawan yang berkuasa 1727-1761. Saat itu, sultan mampu membuat aturan yang menghapus tradisi suku asli Kalimantan menaruh jenazah berselimut tikar rotan di tepi jalan atau di bawah pohon ke tradisi penguburan. Selain itu, tradisi mengurbankan manusia dalam ritual suku asli juga berhasil dihapus dan digantikan dengan kurban binatang.
!break!
Obyek wisataSelain istana, Kotawaringin Barat juga memiliki sejumlah lokasi wisata alam. Yang terkenal sampai mancanegara adalah Taman Nasional (TN) Tanjung Puting. Selain itu, Pantai Kubu di Kubu, Kumai.
Jika ingin masuk ke TN Tanjung Puting, hubungi Balai TN Tanjung Puting di Pangkalan Bun guna mendaftar dan membayar retribusi. Lokasi ini bisa dijangkau dengan menggunakan perahu kayu atau perahu cepat dari kawasan Pelabuhan Panglima Utar di Kumai, sekitar 30 kilometer dari Pangkalan Bun.
Jika ingin ke Pantai Kubu yang berpasir putih dan menghadap Laut Jawa, lokasi bisa dijangkau dengan mobil atau sepeda motor. Sayang, lokasi ini belum tersentuh angkutan umum reguler. Namun, di sini terdapat tempat penyewaan mobil atau sepeda motor pribadi. Tarif sewa mobil Rp 400.000-Rp 600.000 per hari, sedangkan tarif sewa sepeda motor Rp 100.000-Rp 200.000 per hari.
Berangkat dari JakartaLalu bagaimana warga Jakarta dan sekitarnya menjangkau daerah ini? Jika lewat laut, cuma tersedia kapal dari Surabaya dan Semarang menuju Kumai. Jauh lebih simpel jika memakai pesawat dari Bandar Udara Soekarno-Hatta tujuan Bandar Udara Iskandar, Pangkalan Bun.
Jika lewat laut dari Semarang atau Surabaya tujuan Pelabuhan Panglima Utar di Kumai, waktu tempuh 18-24 jam. Jika memakai pesawat, waktu tempuh 65-75 menit. Bedanya, harga tiket kapal jauh lebih murah daripada harga tiket pesawat.
Setiba di Pangkalan Bun tersedia taksi atau sepeda motor sewaan menuju lokasi wisata di Kotawaringin Barat. Jika tiba di Kumai, tersedia sewa sepeda motor atau mobil. Yuuuk...!!