Pendidikan bagi anak-anak pribumi mulanya hanya terbatas pada sekolah dasar, kemudian berkembang hingga ke jenjang sekolah menengah sampai ke perguruan tinggi, walaupun melalui jalan yang sulit.
"Seiring dengan perkembangan zaman kondisi tersebut mulai berubah. Pemikiran-pemikiran tentang pentingnya pendidikan untuk kaum perempuan di Hindia Belanda mulai tumbuh," tambah Mahistra.
Pendirian sekolah khusus perempuan mulanya didirikan oleh Dewi Sartika pada 1904. Ia merupakan pejuang pendidikan kaum perempuan, yang memberikan kontribusinya untuk meningkatkan derajat perempuan melalui pendidikan.
Baca Juga: Misteri Hilangnya Lukisan Karya Kartini Saat Pusaran Geger 1965
Selain Dewi Sartika, munculnya Kartini sebagai revolusioner bagi martabat kaum perempuan menjadi catatan penting. Melalui surat-suratnya, ia menulis tentang kondisi yang dialami oleh para perempuan pribumi kala itu.
"Van Deventer sangat bersimpati dengan isi surat-surat Kartini, ia melihat bahwa tidak adanya kebebasan bagi kaum perempuan untuk bersekolah karena adanya adat istiadat yang melarang perempuan untuk bersekolah," imbuh Mahistra.
"Oleh karena itu, sebagai wujud kepeduliannya terhadap rakyat pribumi, terutama kaum perempuan pribumi, ia mendirikan sebuah sekolah Kartini. Sekolah ini didirikan untuk memberikan pendidikan bagi anak-anak perempuan pribumi," sambungnya.
Baca Juga: Menyelisik Pendidikan Perempuan di Taman Siswa Awal Abad ke-20
Pasca meninggalnya Van Deventer, kerabat terdekatnya berinisiatif untuk turut melanjutkan perjuangannya dalam membela hak-hak kaum perempuan. "Mereka, orang-orang terdekat Van Deventer mendirikan van Deventer Vereniging tahun 1917," lanjutnya.
Salah satu program dari Van Deventer Vereniging adalah pendirian sekolah bagi perempuan di Solo pada tahun 1918. Sekolah van Deventer mulanya berbentuk sebagai Sekolah Guru Frobelkweekschool (Taman Kanak-kanak).