Awalnya, Inoue memimpin asosiasi warga menentang relokasi. Namun, sekarang dia justru melakukan pendampingan dan membantu warga tersisa yang akan pindah dari Kasumigaoka.
"Saya pikir bahwa masyarakat kita akan berakhir, jadi atau tidaknya pesta olahraga ini diadakan. Beberapa warga mengeluh pada awalnya, tetapi akhirnya mereka menyadari bahwa mereka tidak bisa tinggal, dan mereka harus pindah," tutur Inoue.
Warga lainnya yang sebelumnya enggan pindah, Fusae Saito, mengatakan, akan sangat merindukan tempat itu karena lingkungannya bagus.
Dia tidak menentang gagasan Tokyo menjadi tuan rumah Olimpiade 2020, tapi Saito menekankan pemerintah Jepang harus memprioritaskan kepentingan lainnya yakni meningkatkan dana pensiun.
Istri Inoue, Kyoko, contohnya, harus rela memutari kompleks rusun itu untuk menjajakan makanan demi nafkah harian terpenuhi. "Kami telah membangun sebuah komunitasbersatu-padu di sini. Hidup di apartemen Kasumigaoka adalah sesuatu yang istimewa," katanya.
Awal bulan ini, warga merayakan ritual tradisional memeringati tahun baru dengan cara sama yang mereka lakukan selama berpuluh-puluh tahun. Mereka, secara kolektif, membuat beras ketan menjadi kue khas dan istimewa untuk perayaan.
Inoue mengajak semua orang untuk bergabung, sebagai ritual terakhir mereka untuk dirayakan bersama-sama. Pasalnya, sebagian besar penduduk berencana untuk meninggalkan Kasumigaoka Januari 2016 mendatang.
"Kami memiliki beberapa masalah, tentu saja, tapi kami akan bekerja sama danmengalahkan kepentingan pribadi. Tahun ini, saya akan melakukan semua yang saya bisasehingga setiap penduduk menemukan tempat baru untuk hidup," tandas Inoue.
Demikianlah, sebuah komunitas yang terbentuk secara komunal saat Olimpiade menyambangi Tokyo untuk kali pertama akan hilang ketika perhelatan baru datang kembali. Kasumigaoka akan dibongkar pada 2018 mendatang sekaligus menandai berakhirnya bab kecil dalam sejarah modern Tokyo.