"Kami [para pencari suaka] merasa rindu kampung halaman, tapi ketika kami datang ke sini, kami melupakan masalah kami, kami merasa menjadi bagian dari masyarakat. Saya telah banyak berteman. Mereka adalah orang-orang yang baik," ujarnya.
Pria berusia 28 tahun ini melarikan diri dari Irak dua tahun lalu, karena ia takut adanya penganiayaan.
"Saya orang Kurdi dan orang-orang Kurdi dianiaya di Irak. Itu sebabnya saya memutuskan untuk datang ke sini," kisahnya.
Mostafa mengatakan, ditahan selama tiga bulan di rumah detensi membuatnya stres. "Itu sangat menegangkan, itu sulit. Anda harus menunggu dan tanpa tahu berapa lama."
Sekarang, dengan visa transisi, ia mengaku masih mengalami masalah mental yang ia derita akibat penahanan.
"Sangat sulit tinggal di Australia tanpa bekerja, hidup menjadi keras. Setelah dua tahun, saya tak tahu masa depan saya."
Namun ia mengatakan, ia ingin meningkatkan kemampuan bahasa Inggris-nya dengan kursus lanjutan. "Saya ingin belajar beberapa keterampilan dan melakukan pelatihan dan kemudian mencari pekerjaan," ungkapnya.!break!
Pengelola ‘Dapur Komunitas’ yang juga CEO Layanan Pemukiman Internasional, Violet Roumeliotis, mengatakan, banyak dari para pencari suaka muda, yang memiliki visa transisi, mengalami masalah mental dan isolasi sosial.
"Banyak pemuda dan keluarga muda hidupnya terombang-ambing. Mereka datang dengan trauma dan berbagai masalah lainnya. Mereka hidup dengan 30 dolar per hari," jelasnya.
Violet mengatakan, ‘Dapur Komunitas’ dua mingguan ini membuat mereka merasa saling terhubung dan saling memiliki.
"Ini tentang memberikan peluang kepada seseorang untuk merasa disayangi. Untuk mendapatkan makanan yang baik, untuk terlibat dengan orang lain, untuk sedikit bersenang-senang dan merasa menjadi bagian dari masyarakat—daripada sekedar duduk di rumah khawatir," pungkasnya.