Menginspirasi, Mencerahkan, dan Mengajarkan Tentang Kehidupan Sang Ancala

By , Senin, 16 Februari 2015 | 20:18 WIB

Saya berlega hati. Rencana penjelajahan yang kami susun sejak rapat kerja tahun lalu mewujud. Segala persiapan akhir kami matangkan. Kami pun berbagi tugas.

Kartografer National Geographic Indonesia, Sony Warsono (@SonyAlonso) merancangkan rute penjelajahan kami. Editor teks Mahandis Yoanata (@MahandisYoanata) terpilih sebagai penanggung jawab penjelajahan. Perancang grafis Zulfiq Ardi Nugroho menyumbangkan kemampuannya merancang materi branding, infografis hingga peta rute penjelahan. Tentu, mereka bekerja berdasarkan arahan dari Editor-in-Chief Didi Kaspi Kasim (@didikasim).

Ah, tentu Anda ingin mengikuti jejak penjelajahan kami ya. Begini, kami menyusun rencana penjelajahan ini demi mendokumentasikan sisi lain tentang perayaan 200 tahun Gunung Tambora meletus. Peristiwa erupsi gunung api yang membuat heboh dunia pada 1815 memang begitu fenomenal. Mahandis telah rajin mengumpulkan beragam informasi sejarah terkait kejadian itu. Hasilnya dapat Anda ikiuti melalui kanal khusus kami 200 Tahun Gelegar Tambora.

Waktu berangkat itu pun tiba-tiba. Usai melakukan selamatan sederhana di kantor kami bersama Publisher Harry Kristianto dan seluruh tim penjelajahan, Mahandis segera bersiap. Ia memastikan segala sesuatu berjalan sesuai rencana.

Editor in chief majalah National Geographic Indonesia, Didi Kaspi Kasim melakukan pemotongan tumpeng sebelum keberangkatan tim ekspedisi Gunung Tambora ke Pulau Sumbawa. Ekspedisi ini akan dibagi menjadi dua tim, yakni tim utara dan tim selatan. (Yunaidi/National Geographic Traveler Indonesia)

Penjelajahan model begini, kami membutuhkan anggota tim yang tangguh. Bersiap, bersedia, dan bekerja dengan energi tinggi. Itu sebabnya, Fotografer Dwi Oblo (@DwiOblo) datang dari Yogyakarta untuk berkumpul dengan tim. Rencananya, Mahandis dan Oblo (kami biasanya menyapa Pakde Oblo—lantaran ketahuan dia lebih senior ketimbang Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo semasa kuliah) akan melakoni rute utara. Lihat peta berikut ini tentang rencana perjalanan kami.

Peta rute penjelajahan National Geographic Indonesia dan National Geographic Traveler (Zulfiq Ardi Nugroho/National Geographic Indonesia)
!break!

Apakah kami hanya menyiapkan sepenggal penjelajahan? Tidak.

Kami tengah giat menyebarkan misi National Geographic Society yang paling anyar: Menginspirasi, Mencerahkan, Mengajarkan. Sudah pasti, subjek yang dipilih atas tiga hal tadi: Bumi dan segala isinya (termasuk ruang angkasa di mana Bumi menjadi bagian dari benda langit). Terlebih lagi, pada tahun ini NatGeo Indonesia berulang tahun ke-10 dan kami bersemangat menyebarkan #1DekadeNGI.

Logo Jendela Nusantara†(Zulfiq Ardi Nugroho/National Geographic Indonesia)

Berbekal misi tadi, kami ingin kita dapat mengetahui Gunung Tambora melalui perspektif yang berbeda. Kalau sudah paham, ilmu harus kita bagikan kepada siapa saja. Agar kita dapat hidup berdampingan alam.

Menelisik peta, kami bersepakat bahwa ada satu tim lagi yang harus melihat dari dekat Sang Ancala. Jadilah, Editor Firman Firdaus (@daustralala) jalan bareng Sony menuju puncak Tambora (keduanya dipertemukan dalam sebuah penugasan ya baru kali ini, biasanya konsep berbarengan mereka dipersatukan oleh satu kata: sepeda).

!break!

Kami tak lantas puas dengan susunan tim itu. Energi kami tambah. Rekan kami, Dhani yang memiliki hobi menerbangkan pesawat nir awak alias drone, kami ajak serta. Ia menyertakan sang adik—untuk ikut membantu mengawasi, saat dia menerbangkan drone. Kami membutuhkan gambar lanskap. Hasilnya, Anda dapat saksikan lewat kicauan akun twitter National Geographic Traveler @NGTravelerID (ikuti tagar #Tambora200) dan situs web kami.

Buat yang tidak berangkat, bukan berarti leyeh-leyeh di sekretariat penjelajahan alias kantor. Contohnya, Editor Teks Titania Febrianti (@titaniafeb) mendapatkan tugas: mengumpulkan berita dan foto dari lapangan, lalu menyebarkannya melalui media sosial (ikuti akun twitter kami: @NGIndonesia dan @Fotokita). Kami juga mengumpulkan bala bantuan. Tim komunikasi digital kami (Dionysius Damas dan Bayu Ichsan) ikut turun tangan. Begitu pula, pengawas pemasaran dan komunikasi NatGeo Indonesia Ramadhanym—yang dibantu oleh Fransiskus Kesuma.

Lelah dan bosan? Ah, misi NatGeo Society itu telah cukup menghilangkan dua kata tadi dalam pikiran kami. Justru, energi kami kian tinggi ketika Bima dan Tambora menampakkan cuaca yang bersahabat ketika kami mulai menjelajahi rute yang telah direncanakan. (Awalnya sih tim sempat dag-dig-dug lha wong sewaktu mendarat di Bandar Udara Sultan Muhammad Salahuddin di dekat kota Bima, cuaca tidak begitu ramah).

Penjelajahan kami juga mendapatkan dukungan dari sahabat-sahabat kami di Garuda Indonesia. Mereka meminta kami untuk ikut merasakan standar kenyamanan tertinggi khas layanan "Garuda Indonesia Experience" melalui rute Jakarta - Denpasar - Bima. Yang menarik, perjalanan udara dari Denpasar menuju Bima menggunakan pesawat turboprop ATR72 seri 600. Fotografer Dwi Oblo berhasil mendokumentasikan sejumlah foto dari udara hingga saat mendarat di bandara Bima.