Curahan Hati Nelayan Rajungan

By , Selasa, 17 Februari 2015 | 17:30 WIB

Subuh masih menaungi Pasirputih yang sunyi. Tembang puji-pujian dari musala dan masjid memecah keheningan pagi.

Sungai muara ini sungguh sempit, kira-kira 7 meter lebarnya. Di antara himpitan perahu-perahu 7 gross tonnage (GT), Sirat melepas tali perahunya. Kala pagi masih remang-remang, lelaki pendiam itu berangkat melaut. Pagi ini, ditemani Sahari, Sirat akan mengunduh jaring yang ditebarnya kemarin sore.

Sirat mulai menarik jaring. Depa demi depa. Jaringnya terlalu banyak kosong. Satu, dua, tiga, empat, lima rajungan berhasil terperangkap jaring.

"Bu Susi... bagaimana ini, rajungannya kecil-kecil," teriakan Sahari mengguntur.

Di tengah-tengah perairan Laut Jawa yang muram itu, Sahari menyebut nama Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti. "Kalau rajungan di bawah 10 sentimeter tidak boleh diambil, Sirat nggak dapat apa-apa," tutur Sahari, yang juga ketua Rukun Nelayan Pasirputih.

Rajungan yang tertangkap jaring Sirat memang kecil-kecil. "Kalaupun dilepas kembali, ya, akan dijaring sama nelayan lain," imbuh Sahari, "siapa yang bisa mengawasi."

Sirat terus menarik jaringnya yang sepanjang 860 meter. Hari itu, dia hanya membawa pulang 6 ons rajungan dan dua ikan sembilang—seperti ikan lele yang hidup di laut. Dengan harga rajungan Rp45.000, kata Sahari, "Hasil itu hanya cukup untuk beli solar."

!break!

Rajungan, salah satu biota Laut Jawa yang menjadi komoditas andalan Desa Pasirputih di pesisir Karawang. (Yunaidi/National Geographic Indonesia)

Pasirputih berada di tepi Laut Jawa di utara Karawang. Dusun kecil ini menjadi sentra rajungan Karawang, yang pada 2013 lalu dikunjungi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kala itu, Presiden berdialog dengan para nelayan, dan melihat pengolahan rajungan Pasirputih.

Para nelayan memasok bahan baku rajungan, baik rajungan segar maupun rajungan rebusan. "Rajungan direbus di tengah laut biar dagingnya tidak susut," kata Sahari, "daging akan mencair kalau rajungan terkena panas matahari."

Selain nelayan kecil yang pulang-hari, yang melaut antara 1-2 mil, sebagian nelayan Pasirputih mencari rajungan hingga Lampung, Bangka Belitung, dan Kalimantan Barat.

Sedikitnya ada 18 tempat pengolahan rajungan, disebut miniplant, di Pasirputih, yang pada 2013 produksinya mencapai 393 ton. Satu tempat pengolahan menampung 20-30 tenaga kerja perempuan. Hampir seluruh pengolahan rajungan di Karawang berlokasi di Pasirputih.

!break!

Nelayan di Desa Pasirputih, di pesisir Karawang, Jawa Barat menggantung hidup mereka pada rajungan. (Yunaidi/National Geographic Indonesia)

Produksi rata-rata pengolahan rajungan per hari sekitar dua kuintal, dan pada musim rajungan bisa 6-7 kuintal. Sahari mengisahkan, daging rajungan dari Pasirputih diekspor ke Singapura, Amerika Serikat ataupun Taiwan.

Namun, pikiran Sahari masih tertambat penasaran dengan ukuran rajungan yang diperoleh Sirat. Dia mengambil penggaris, dan mengukurnya. "Tidak ada sepuluh sentimeter," tuturnya sambil geleng-geleng kepala.

Menteri Susi membatasi tiga komoditas perikanan penting: lobster, kepiting, dan rajungan melalui Peraturan Menteri Nomor 1 Tahun 2015. Sahari menuturkan ketiganya masih bisa ditangkap, asal tidak sedang bertelur dan sesuai dengan ukuran minimum. Lobster, yang dapat ditangkap, dengan panjang karapas di atas 8 sentimeter; kepiting, di atas 15 sentimeter, dan rajungan, lebar karapas di atas 10 sentimeter. "Maksudnya baik, biar tidak habis," sergahnya, "tapi, seharusnya ada solusi alternatif buat nelayan."

Ukuran jaring nelayan, seperti milik Sirat, itu tiga inchi, ungkapnya, "Ya pasti rajungan kecil tertangkap. Kalau di toko hanya dijual jaring tiga inchi, nelayan pasti membelinya. Ukuran jaring setidaknya empat inchi, sehingga rajungan di bawah 10 sentimeter lolos. "Siapa yang akan menyediakan jaring empat inchi? Hal-hal kecil seperti itu seharusnya dipikirkan Ibu Susi."