Bagaimana Kalender Tionghoa Padukan Penanggalan Bulan dan Matahari?

By , Rabu, 18 Februari 2015 | 12:35 WIB

Tahun baru Imlek 1 Zheng Yue 2566 Kongzili jatuh hari Kamis, 19 Februari 2015. Inilah perayaan kedatangan musim semi sekaligus salah satu hari raya penting agama Khonghucu.

Jika kalender Masehi menggunakan sistem penanggalan Matahari dan kalender Hijriah memakai sistem penanggalan Bulan, kalender Tionghoa memadukan keduanya.

Hari raya Imlek seharusnya disebut Imyanglek alias tahun Bulan dan Matahari,” kata Sekretaris Dewan Rohaniawan Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia Budi S Tanuwibowo di Jakarta, Kamis (5/2).

Im atau iem artinya Bulan, yang berarti Matahari, dan lek atau li bermakna tahun. Penanggalan memadukan sistem lunar (Bulan) dan solar (Matahari) disebut lunisolar.

Penggabungan dilakukan karena Bulan dan Matahari sama-sama punya arti penting bagi masyarakat Tionghoa. Perubahan penampakan Bulan mudah diamati dan jadi penanda kedatangan pasang surut air laut. Matahari juga penting, karena menunjukkan pergantian musim dan memberi petunjuk kedatangan waktu bertanam.

Pemaduan dua sistem itu dengan cara menjadikan penentuan panjang tahun dalam kalender Tionghoa memakai sistem penanggalan Matahari, tetapi penghitungan bulannya memakai sistem penanggalan Bulan.

Satu bulan kalender Tionghoa ada 29 hari atau 30 hari. Penamaan nama bulan menggunakan urutan angka: bulan ke-1, ke-2, ke-3, dan seterusnya.

Awal bulan kalender Tionghoa dimulai saat Bulan mati atau Bulan baru ketika Matahari-Bulan-Bumi segaris. Beda dengan ketentuan awal bulan kalender Hijriah yang ditandai terlihatnya Bulan sabit tipis pertama.

Ketentuan awal bulan itu membuat awal hari pada kalender Hijriah dimulai setelah Matahari terbenam, sedangkan pada kalender Tionghoa dimulai tengah malam, mirip pergantian hari dalam kalender Masehi.

Sistem penanggalan Bulan membuat satu tahun atau 12 bulan kalender ada 354-355 hari. Adapun penanggalan Matahari, 1 tahun ada 365-366 hari.

Perbedaan 11 hari itu membuat hari-hari raya masyarakat Tionghoa yang ditentukan berdasarkan perubahan fase Bulan terus maju 11 hari, seperti kalender Hijriah. Akibatnya, peringatan hari-hari penting itu tak akan lagi jatuh di musim yang sama. Padahal, hari raya itu juga menjadi penanda musim.!break!

Untuk menjaga agar hari raya jatuh di musim sama, disisipkan bulan ke-13. Itu membuat Imlek selalu jatuh antara akhir Januari hingga akhir Februari.

Bulan sisipan tak dinamai bulan ke-13, tetapi sama dengan nomor bulan tertentu. Bulan sisipan akan dimasukkan jika di antara dua titik penanda musim dalam kalender Tionghoa atau Masehi ada empat Bulan baru.

Lukisan cina yang menampilkan ilustrasi empat musim. (Stock Photo)

Titik penanda musim itu adalah titik musim semi (chunfen) pada 21 Maret, titik musim panas (xiazhi) 22 Juni, titik musim gugur (qiufen) 23 September, dan titik musim dingin pada (dongzhi) pada 22 Desember.

Tahun dengan 13 bulan disebut tahun kabisat. Sebab, jumlah hari dalam 235 bulan penanggalan Bulan terdapat 6.939,6884 hari akan sama dengan jumlah hari dalam 19 tahun 7 bulan penanggalan Matahari (6.939,6018 hari), maka dalam 19 tahun kalender Tionghoa punya tujuh tahun kabisat. Tahun kabisat adalah mekanisme koreksi agar hari raya jatuh di musim yang sama.

Tahun kabisat terakhir terjadi tahun 2565 Kongzili atau 2014. Saat itu, empat Bulan mati terjadi antara titik musim gugur dan titik musim dingin. Bulan sisipan dimasukkan setelah bulan ke-9 sehingga ada dua bulan ke-9 pada tahun lalu.

Penyebutan tahun dalam kalender Tionghoa ada beberapa versi. Namun, yang digunakan di Indonesia berdasarkan tahun kelahiran Nabi Kongzi (Hokian: Khongcu) pada 551 sebelum Masehi. ”Nabi Khongcu, nabi dan rasul terbesar dan terakhir dalam agama Khonghucu,” kata Budi. Karena itu, tahun 2015 bertepatan dengan tahun 2566 Kongzili (Khongculek).!break!

Tahun baru Imlek

Helmer Aslaksen dalam The Mathematics of the Chinese Calendar, 2010, menyebut, untuk menjaga Imlek jatuh di musim yang sama, dibuat aturan, perayaan awal musim semi itu selalu jatuh di Bulan mati kedua sesudah titik musim dingin.

Warga keturunan Tionghoa beribadah di Kelenteng Tay Kak Sie, di kawasan Pecinan, Semarang (22/1). Tahun Naga Air bertarikh 2563 di kalender Tionghoa dimulai dengan diawali sembahyang Imlek malam hari di ribuan kelenteng di penjuru Indonesia. (Hafidz Novalsyah/National Geographic Traveler)
Ketentuan lain, bulan ke-11 kalender Tionghoa selalu jatuh sekitar titik musim dingin, dan Imlek juga harus jatuh pada Bulan mati pertama setelah puncak musim dingin (dahan) pada 20 Januari.

Imlek juga selalu jatuh pada Bulan mati yang paling dekat dengan awal musim semi (lìchun) bagi masyarakat Tiongkok, yaitu 4 Februari.

Awal musim semi itu jatuh tepat di tengah antara titik musim dingin 22 Desember dan titik musim semi 21 Maret. Aturan itu membuat awal musim semi di Tiongkok selalu lebih dingin dibanding di Barat yang dimulai saat titik musim semi tiba.

Sejumlah persyaratan itu membuat Imlek selalu jatuh antara 15 hari sebelum atau sesudah 4 Februari atau antara 21 Januari dan 19 Februari.

Namun, berdasarkan perhitungan Helmer, Imlek 1645- 2644 terjadi antara 21 Januari dan 21 Februari. Dalam kurun 1.000 tahun itu, Imlek umumnya terjadi antara 22 Januari dan 19 Februari. Imlek 21 Januari dan 20 Februari jarang terjadi, masing-masing hanya 18 kali dan 10 kali, sedangkan Imlek 21 Februari hanya sekali, yakni 21 Februari 2319.

Imlek akan jatuh rata-rata 11 hari (10-12 hari) dibanding Imlek tahun sebelumnya. Namun, saat Imlek jatuh kurang dari tanggal 21 Januari, Imlek akan mundur rata-rata 19 hari (18-20 hari) dibanding tahun sebelumnya. Mundurnya Imlek itu disebabkan sisipan bulan ke-13.

Bulan sisipan membuat satu tahun kabisat kalender Tionghoa bertambah rata-rata 19 hari dibanding jumlah hari kalender Masehi atau tambah 29-30 hari dibanding jumlah hari kalender Hijriah. Untuk itu, satu tahun basit (pendek) kalender Tionghoa 353-355 hari dan tahun kabisat (panjang) 383-385 hari.

Untuk melihat penggunaan berbagai ketentuan itu, tengoklah Imlek 2013 atau 2564 Kongzili. Saat itu, Imlek pada 10 Februari. Pada 2014, Imlek jatuh pada 31 Januari (maju 10 hari). Namun, tahun 2015, jika maju 11 hari, Imlek jatuh pada 20 Januari sehingga menyalahi ketentuan. Karena itu, Imlek 2015 mundur 20 hari dibanding Imlek 2014 dan jatuh 19 Februari.

Sama seperti kalender lain, kalender Tionghoa yang kompleks juga perlu koreksi.