Isu Kekerasan Masih Menjadi Bagian Kelam di Perguruan Tinggi

By Galih Pranata, Minggu, 7 November 2021 | 07:00 WIB
Kekerasan seolah menjadi warisan dan sisi kelam bagi dunia kampus. (Agus Fakhruddin/UPI)

Fenomena kekerasan yang sulit untuk dihilangkan dari perguruan tinggi. (Agus Fakhruddin/UPI)

Hal ini disebut oleh Hannah Arendt, seorang filsuf yang menyebutnya dengan istilah banalitas kekerasan. "Kekerasan yang telah menjadi budaya, sehingga bukan lagi menjadi hal yang dianggap tabu dan menyimpang," ungkap Ashidiq.

Latihan yang keras, bisa saja mendorong pada hal-hal yang tidak diinginkan. "Bahkan beberapa di antaranya berujung kepada kematian, hanya saja identitas dan kejadiannya tidak banyak diliput publik," pungkasnya.

Padahal, setiap orang akan berpikir dengan hadirnya pendidikan dan ilmu pengetahuan, kelak akan menciptakan manusia menjadi sosok yang luhur dan beradab. "Pendidikan mengajarkan untuk hidup humanis," tulis Mangunhardjana dalam kutipan Haryanto.

"Bagaimana pendidikan mengarah pada tujuan untuk memanusiakan manusia," tambahnya. Haryanto Al-Fandi, menulis dalam bukunya yang berjudul Desain Pembelajaran Yang Demokratis & Humanis, terbit pada tahun 2011.

Pendidikan yang humanis dan bermoral menjadi salah satu solusi terbaik untuk diimplementasikan para mahasiswa dalam kehidupannya di dunia kampus. "Humanisme bertujuan menghidupkan rasa perikemanusiaan dan mencita-citakan pergaulan hidup yang lebih baik," jelasnya.

"Moral akan menempatkan seseorang kepada tindakan kebajikan," pungkasnya. Dengan begitu, kesadaran diri akan tumbuh, meninggalkan budaya kekerasan yang seolah lestari dari masa ke masa.