Polusi Udara Singapura Picu Dilema Kebijakan Luar Negeri

By , Kamis, 26 Februari 2015 | 18:00 WIB

Polusi udara Singapura dari Indonesia dan Malaysia memunculkan dilema kebijakan luar negeri bagi pemerintah: Apa hak sebuah negara jika negara-negara berdaulat lainnya membuat keputusan-keputusan yang membahayakannya?

Singapura memang menyalahkan kebakaran di negara-negara tetangga termasuk Indonesia atas polusi udara berkabut yang terkadang menyelimuti negara kota itu.

Bulan ini, awan hitam telah datang dari kebakaran hutan di Malaysia. Badan Lingkungan Hidup Nasional Singapura dalam situsnya pada 15 Februari menyatakan bahwa sejumlah warga mengalamai hari-hari penuh bau dan polusi setelah kebakaran terjadi.

Otoritas Malaysia telah menyoroti bahwa aktivitas-aktivitas berlangsung untuk mematikan api di wilayah-wilayah tersebut dan menutup wilayah-wilayah itu dengan tanah untuk mencegah kebakaran terjadi lagi, menurut lembaga tersebut.

Singapura, tentu saja, tidak dapat mengontrol kebijakan negara-negara tetangganya. Namun negara itu mencoba batas di mana pemerintahnya dapat memberikan pengaruh di luar perbatasannya.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Air mengatakan bahwa pihaknya ingin mendukung "kemampuan Indonesia memadamkan kebakaran."

"Singapura telah secara konsisten menawarkan paket-paket bantuan kepada Indonesia selama beberapa tahun terakhir untuk mencoba melawan kebakaran lahan dan hutan," menurut seorang juru bicara kementerian tersebut.

!break!

Beberapa kemajuan telah dilakukan September, ketika Indonesia menjadi anggota ASEAN terakhir yang meratifikasi Perjanjian Polusi Kabut Asap Antar-Batas. (Baca di sini)

Para ahli lingkungan hidup berharap pakta itu akan mempermudah penangkapan kriminal yang membuat kebakaran ilegal, menciptakan sistem peringatan dini, dan memperketat kontrol izin hak atas tanah.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Air juga mengatakan telah berhasil berkolaborasi dengan Indonesia untuk membuat master plan melawan kebakaran ilegal di provinsi Jambi.

Setiap solusi terhadap kabut asap harus mempertimbangkan kekuatan sosial ekonomi di balik kebakaran.

"Ada banyak kemiskinan, misalnya," ujar Mariska Pagey, warga Indonesia yang tinggal di Selandia Baru dan sekarang bekerja di Singapura, "Bagaimana kita mengatasinya?"

Warga Indonesia yang membakar lahan seringkali melakukannya atas dasar finansial, mencoba mencari uang dengan mengekstrasi sumber daya seperti kelapa sawit.

"Mereka tidak punya pilihan, itu penghidupan mereka," ujar Mariska, pegawai penyediaan barang untuk sebuah perusahaan minyak. "Jika mereka ingin menghasilkan uang, itu yang harus mereka lakukan."

Isu-isu sosial itu harus diseimbangkan dengan kesehatan publik. Kabut asap telah menjadi masalah kehidupan sehari-hari di Singapura sampai pemerintah membuat situs internet yang fokus pada polusi, www.haze.gov.sg. Dalam masa-masa terburuk, warga Singapura mengecek situs itu setiap hari untuk melihat Index Standar Polusi (PSI).