Seorang pengawas pengendali lalu lintas udara atau air traffic control (ATC) Malaysia tidur saat bertugas empat jam setelah pesawat Malaysia Airlines MH370 hilang pada 8 Maret 2014. Pengawas itu tidur di tengah kebingungan yang terjadi dan laporan menyesatkan tentang keberadaan pesawat Boeing 777 yang membawa 239 orang tersebut.
Sejumlah transkrip percakapan antara personel sipil, militer, dan penerbangan, beberapa jam setelah pesawat itu hilang, menunjukkan respons yang kacau. Pemerintah Malaysia sepakat untuk menyelidiki hal itu setelah sebuah laporan yang sangat penting dirilis tim investigasi internasional pada Minggu (8/3).
Dalam sebuah percakapan yang dimulai pada pukul 05.20 waktu Malaysia pada pagi saat pesawat itu hilang, seorang staf Malaysia Airlines berulang kali bertanya kepada seorang petugas ATC di bandara Kuala Lumpur tentang apakah ATC Malaysia telah berhasil menyerahkan tanggung jawab atas pesawat yang hilang itu ke ATC Vietnam. Petugas ATC Malaysia itu berkeras bahwa dia hanya mengambil alih operasi menara pada pukul 03.00 pagi, dan tidak tahu tentang rincian tersebut.
Peralatan komunikasi pesawat itu secara mendadak berhenti beroperasi pada pukul 01.20.
Atas desakan permintaan informasi itu, petugas pengendali tersebut mengatakan kepada staf Malaysia Airlines bahwa ia akan membangunkan atasannya.
Ia mengatakan, "Aaaa ... never mind, laa. I wake up my supervisor and ask him to check again, to go to the room and check what the last contact ... all this thing, laa." (Sudahlah. Saya akan bangunkan penyelia saya dan memintanya untuk periksa lagi, untuk pergi ke ruangan dan periksa kontak terakhir ... semua hal terkait masalah ini).
Desmond Ross, seorang pilot pesawat komersial dan pakar keamanan penerbangan Australia, mengatakan, laporan 580 halaman pada hari Minggu itu berasal dari tim investigasi yang terdiri dari tujuh negara. Laporan tersebut menimbulkan banyak pertanyaan, termasuk mengapa ada kebingungan antara ATC Kuala Lumpur dan ATC Vietnam.
Para petugas ATC di Ho Chi Minh butuh waktu 20 menit untuk mulai bertanya mengapa pesawat itu tak kunjung memasuki wilayah udara mereka, padahal pertanyaan itu menurut protokol internasional harus sudah diajukan dalam waktu dua menit.
Selama berjam-jam, para petugas berjuang untuk memahami bagaimana pesawat itu bisa hilang dari radar dan memutus semua komunikasi radio. Pada satu kesempatan, Malaysia Airlines menegaskan pesawat itu terbang di atas Kamboja, padahal sesungguhnya, berdasarkan data yang tersedia, pesawat itu terbang ribuan kilometer jauhnya secara auto-pilot ke selatan Samudra Hindia.
Sejumlah transkrip itu menunjukkan respons yang lambat dari lembaga darurat bencana Malaysia. Kelambatan itu akan menjadi malapetaka bagi para korban selamat jika pesawat itu jatuh di Laut Tiongkok Selatan sebagaimana semula diperkirakan.
Fase bencana ditetapkan lembaga darurat bencana Malaysia 5 jam 13 menit setelah komunikasi terakhir dengan pesawat itu. Pesawat pencarian pertama lepas landas pada pukul 11.30 waktu Malaysia atau 10 jam setelah pesawat itu hilang.
Transkrip-transkrip itu menunjukkan bahwa petugas ATC Vietnam tidak menanggapi setidaknya satu pesan darurat dan tampaknya mengalami kesulitan memahami apa yang diminta oleh petugas Malaysia. Aturan internasional yang diberlakukan tahun 2010 mewajibkan semua pilot dan petugas ATC lulus tes bahasa Inggris.
Ross mengatakan, masalah yang menonjol adalah mengapa tidak ada koordinasi antara militer Malaysia dan petugas ATC ketika mereka melacak sebuah pesawat yang tak dikenal. "Bagaimana mungkin mereka tidak tahu bahwa itu bukan ancaman terhadap keamanan Malaysia?"