Mengungkap Teka-teki Sejarah Suku Bajo

By , Rabu, 11 Maret 2015 | 22:00 WIB

Menurut teori itu, Orang Bajo melaksanakan tugas sebagai pendukung perdagangan hingga akhir masa Sriwijaya. Mereka kemudian tinggal lebih lama di wilayah Sulu, Filipina, dan kembali lagi menjelajah sekitar tahun 1.400 Masehi.

!break!

Penjelajahan kemudian lebih dipicu oleh invasi suku lain. "Tahun 1.300 Masehi, suku Tausug menjajah Sulu. Interaksi antara mereka ditunjukkan dengan adanya konvergensi bahasa," ungkap Grange.

Setelah agama Islam menyebar pada abad 15, Orang Bajo mulai bermigrasi ke selatan, menyebar lagi hingga wilayah Kalimantan dan Sulawesi. Masa selanjutnya, Bajo menyebar lebih luas hingga Nusa Tenggara.

"Tapi semua itu tetap masih hipotesis," kata Grange. "Saya juga agak bingung, bagaimana bisa satu suku awalnya tinggal di satu daerah bisa tiba-tiba pindah semua membawa anak istri hanya untuk berdagang?" tanyanya.

Tony Rudyansjah, antropolog dari Universitas Indonesia, mengungkapkan bahwa bisa saja Orang Bajo memang berasal dari Barito dan bermigrasi untuk berdagang ke wilayah utara Indonesia.

"Sebab masa keemasan perniagaan di Nusantara itu sebenarnya abad ke-8, bukan abad ke-15 seperti yang sering kita duga. Karena masa keemasan perdagangan itu, maka masuk akal bila Orang Bajo pindah ke utara. Perdagangan yang maju memang ada di utara," katanya.

Turut hadir dalam seminar untuk menyampaikan makalah lain tentang Masyarakat Buton, Tony mengungkapkan bawah perpindahan Orang Bajo mungkin secara sukarela. Namun, dia sendiri juga percaya bahwa masih dibutuhkan penelitian untuk mengungkap asal-usul orang Bajo.

Dengan ketersediaan hipotesis berdasarkan kajian linguistik, peneliti Lembaga Eijkman Herawati Sudojo percaya bahwa asal-usul Orang Bajo bisa dipecahkan dengan penelitian genetika molekuler.

"Kita bisa ambil sampel DNA Orang Bajo dari wilayah Kalimantan, Sulawesi sampai Filipina lalu kita bandingkan. Akan bisa kita ketahui nanti apakah hipotesis itu benar," katanya. "Atau kita mungkin nanti bisa katakan Bajo itu bukan Orang Johor."

Saat ini, Lembaga Eijkman baru mengambil sampel DNA Orang Bajo yang tinggal di Kalimantan. Pengambilan sampel dilakukan beberapa waktu lalu bersamaan dengan pengambilan sampel DNA orang Dayak Maanyan.

Bagi Herawati, penelitian DNA suku Bajo bukan hanya akan memecahkan asal-usul suku melainkan juga memberikan gambaran tentang persebaran manusia ke tempat lain, seperti di Madagaskar.

Berdasarkan penelitian yang dipublikasikan beberapa tahun lalu, Orang Madagaskar dinyatakan berasal dari 28 perempuan Dayak Maanyan yang bermigrasi. "Petunjuknya adalah adanya kesamaan bahasa dan budaya antara Dayak Maanyan dan Madagaskar," katanya.

Namun, penelitian kemudian menunjukkan bahwa secara genetik Dayak Maanyan dan Madagaskar berbeda. Dengan begitu, hipotesis bahwa Orang Malagasi di Madagaskar berasal dari Dayak Maanyan perlu diuji.

"Kita sebelumnya juga bertanya-tanya. Dayak Maanyan itu kan para pemburu, hunter gatherere, bagaimana mereka bisa melaut jauh hingga ke Madagaskar," ungkap Herawati yang bersama lembaganya telah mengurai banyak identitas genetik manusia Indonesia.

Herawati mengatakan, salah satu yang bisa menjadi kandidat asal-usul orang Madagaskar adalah Orang Bajo. Dengan kemampuan berlayarnya, maka sangat mungkin Orang Bajo mencapai Madagaskar.

Grange mengungkapkan, pengungkapan asal-usul Orang Bajo penting untuk memberi gambaran tentang migrasi Austronesia serta ketangguhan manusianya, termasuk orang Indonesia, dalam melaut.