Biduk Usang Manusia Perahu

By , Minggu, 5 April 2015 | 19:00 WIB

Manusia perahu identik dengan suku bajo, yang sebagian besar hidupnya dihabiskan meniti buih laut di atas perahu. Sebutan lain bagi manusia perahu adalah orang laut. Manusia perahu menjelajah laut tanpa mengenal batas perairan negara.

Manusia perahu juga sering disamakan dengan nelayan asing. Stigma ini tidak sepenuhnya benar, karena karakter keduanya tidak sama. Nelayan asing menggunakan mesin dengan kapal berukuran besar. Kesamaannya adalah bahwa mereka banyak menghabiskan waktunya di atas air.

Inilah fenomena yang telah terjadi berulangkali di perairan Berau, Kalimantan Timur. Gelombang kedatangan manusia perahu telah berlangsung bertahun lampau. Banyak yang menetap sebagai warga, seperti halnya di pulau Maratua. Masyarakat Maratua meyakini mereka berasal dari Suku Bajo, sang penjelajah laut.

Balita yang berada di penampungan manusia perahu di wilayah Tanjung Batu, Berau, Kalimantan Timur. (Dok. Kompas TV)

Sekira 5 tahun terakhir, kedatangan para nelayan asing di beberapa tempat di kabupaten Berau, semakin meresahkan warga. Dari perusakan karang tempat ikan-ikan hidup, hingga laporan kehilangan logistik di bagan-bagan nelayan lokal.

Menurut Ismail Wahid, Kapolsek Pulau Derawan, pada tahun 2010, nelayan asing asal Malaysia, pernah diamankan di Balikukup. Namun wacana ketika itu adalah para nelayan asing terdampar. Selanjutnya, mereka dibawa dan diurus pemda Berau. Karena terdampar, pihak pemda merawat mereka di dinas sosial. Bahkan kapal-kapal yang rusak diperbaiki, sehingga mereka bisa kembali ke kapal dan pulang ke negara asal.

!break!

Bulan Juni tahun 2013, lagi-lagi nelayan asing diamankan ketika sedang ada patroli laut. Sekira 20 kapal dikumpulkan di dermaga Tanjung Batu. Ketika itu, pihak terkait akan memulangkan nelayan asing seperti tahun 2010. "Saat itu kami koordinasi dengan muspika kecamatan dan koramil saat itu, mereka mau memberi apa yang mereka minta. Namun kalau saya melihat bahwa kalau mereka diberi apa yg mereka minta, maka mereka akan kembali lagi ke sini," tambah Ismail Wahid.

Penangkapan nelayan asing tahun 2014 lalu di perairan Berau, mungkin menjadi yang terbanyak. Nelayan asing yang ditangkap di beberapa lokasi seperti Batu Putih, Derawan, Balikukup, Talisayan dan Pulau Panjang, dalam rentang tanggal 17 November hingga 6 Desember, terkumpul sebanyak 676 orang dari usia bayi hingga lanjut usia. Dari pendataan yang dilakukan polsek dan dinas sosial, sebanyak 588 orang berasal dari daerah Samporna, Sabah Malaysia. Sisanya, sebanyak 88 orang, berasal dari Bango-bango Philipina.

Anak-anak nelayan asing bermain di tempat penampungan di Tanjung Batu, Berau, Kalimantan Timur. (Dok. Kompas TV)

!break!

Antara Kemanusiaan dan Kedaulatan

Seluruh nelayan asing yang ditangkap di beberapa lokasi di perairan Berau, digiring dan seterusnya di kumpulkan di tenda penampungan di lapangan Bulalung, desa Tanjung Batu kecamatan Pulau Derawan.

Tanggal 17 Desember 2014, ada rencana pemulangan, atas kebijakan pemda. Namun rencana tersebut tidak terlaksana karena pemerintah pusat, dalam hal ini, kementerian hukum dan HAM serta kementerian kelautan dan perikanan, belum memberi keputusan untuk pemulangan seluruh manusia perahu. Keputusan ini menyusul belum sepakatnya pemerintah Malaysia mengakui ratusan manusia perahu tersebut sebagai warga negara Malaysia. Berbalik dengan Filipina yang mengakui 88 manusia perahu tersebut sebagai warga negaranya.

Tempat penampung sekitar 676 jiwa nelayan asing di wilayah Bulalung, Tanjung Batu, Berau, Kalimantan Timur. (Dok. Kompas TV)