Selama Pagebluk, Lautan Seluruh Dunia Jadi Lebih Tenang dari Biasanya

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Selasa, 9 November 2021 | 09:00 WIB
Ketika pagebluk melanda dunia, seluruh laut menjadi lebih tenang dan biota laut dapat saling berkomunikasi lebih mudah. (merch313/Getty Images/iStockphoto)

"Sebagian besar studi tentang efek kebisingan laut dari sumber alam dan manusia menyiarkan sinyal akustik dan memantau efek jangka pendek yang dihasilkan pada kehidupan laut, atau mereka bekerja mundur dari efek yang diamati untuk menentukan sumber suara," tulis para peneliti yang dipimpin Peter L. Tyack dari Scottish Oceans Institute.

Pantauan mereka terus berlangsung hingga saat ini, agar dapat memastikan kondisi setelah pagebluk mereda bisa dibandingkan datanya. Cara ini adalah tantangan bagi mereka, sebab untuk menambah hidrofon sebagai data tambahan dan servis hidrofon, maupun bagian lain dari sistem pengamatan laut di beberapa lokasi, sulit dilakukan lantaran kondisi pagebluk itu sendiri.

"Pada 8 Februari 2021, kami telah mengidentifikasi 231 hidrofon yang dapat berkontribusi pada analisis global tentang efek pandemi pada suara laut. Sebagian besar yang diidentifikasi sejauh ini terletak di perairan Amerika Serikat dan Kanada, tetapi semakin banyak yang ditambahkan di tempat lain, terutama di perairan Eropa.

"Sementara itu, lebih banyak instrumentasi dan pengukuran akustik jelas dibutuhkan di belahan bumi selatan," lanjut mereka.

Baca Juga: Vaksin Covid-19 Berbentuk Plester, Solusi untuk Fobia Jarum Suntik

Lokasi hidrofon milik International Quiet Ocean Experiment (IQOE) untuk memantau kebisingan di bawah laut. (IQOE)

Tyack dan rekan-rekan menyampaikan, efek kebisingan laut disebabkan pembatasan perjalanan dan perlambatan ekonomi, khususnya aktivitas manusia di laut, yang terjadi secara global sebagai respon pagebluk. Selain itu juga pada 2020, mereka mencatat laju ekonomi yang membisingkan laut diperparah dengan perang harga minyak di beberapa negara.

Penurunan drastis kebisingan ini dapat diamati dari sedikitnya aktivitas pelayaran, pariwisata dan rekreasi, perikanan dan budidaya, eksplorasi dan ekstraksi energi, latihan angkatan laut dan penjagaan pantai, pembangunan di lepas pantai, serta pengerukan pelabuhan dan kanal.

Sementara, ada pula penelitian lain yang dilakukan di Selandia Baru yang dipimpin oleh Matthew K. Pine dari Department of Biology, University of Victoria, Kanada.

Dalam laporan yang diterbitkan di jurnal Global Change Biology, Selandia Baru sebagai salah satu negara pertama yang menerapkan lockdown ketat karena COVID-19, memiliki dampak baik bagi lingkungan laut.

Biasanya Taman Laut Teluk Hauraki menjadi jalur air pesisir tersibuk di negara itu, karena dilintasi oleh kapal yang salah satunya mengangkut wisatawan. Ketika lockdown berlaku pada 26 Maret 2020, tingkat kebisingan turun hampir tiga kali lipat dalam 12 jam pertama.

Baca Juga: Adakah Orang yang Secara Genetik Ditakdirkan Resisten COVID-19?