McCauley menggambarkan kotoran kuda nil sebagai sumber kehidupan di sungai dan danau Afrika. Tapi ia mengatakan bila aliran air terlalu dangkal, kotoran itu bisa memenuhi ekosistem dan menjadi polutan. Terlalu banyak air, maka bahan-bahan yang terkandung di kotoran kuda nil akan larut.
Tapi sementara para peneliti mempelajari lebih dalam tentang pentingnya kuda nil, jumlah kuda nil semakin berkurang.
"Kuda nil semakin berkurang di Afrika sub-Sahara. Dalam beberapa dekade terakhir, kita melihat penurunan jumlah kuda nil sekitar 10 sampai 20 persen. Dan selain itu mereka kini hanya ditemukan di beberapa tempat. Ada beberapa negara yang betul-betul sudah kehilangan kuda nil, Mesir contohnya. Kuda nil dulu menjadi simbol dewa. Kuda nil dulu adalah dewa kelahiran di Mesir. Hal itu bisa dilihat dari gambar-gambar kuda nil di jimat dan tongkat dan pedang," ujarnya.
McCauley mengatakan manusia bertanggungjawab atas semakin berkurangnya populasi kuda nil akibat perburuan dan semakin luasnya penyebaran populasi manusia.
"Mereka harus punya air. Dan semua orang juga menginginkan air. Jadi sangat sial bila nasib hewan bergantung pada air karena mereka harus bersaing dengan manusia. Bila bersaing dengan manusia, hewan biasanya kalah. Orang-orang menginginkan air dari sungai dan danau untuk membangun kota, untuk membantu mendinginkan turbin atau membendung sungai," ujarnya.
Kuda nil diperkirakan membunuh 3.000 orang setiap tahunnya. Mereka bisa menyerang, contohnya, kalau manusia terlalu dekat dengan ibu dan anaknya.
McCauley mengatakan manajemen air harus ditangani dengan baik, untuk manusia dan untuk satwa liar. Ia mengatakan bila ditangani dengan cerdik, akan ada cukup banyak air, dan ia menambahkan bahwa nasib manusia, satwa liar dan ekosistem terkait erat.
Penelitian ini dipublikasikan di jurnal Ecosphere.