Studi ini telah dipublikasi di jurnal Geology dengan judul Widespread glasses generated by cometary fireballs during the late Pleistocene in the Atacama Desert, Chile pada 2 November 2021. Dilaporkan Space, Pete Schultz dan tim mengumpulkan 300 keping batu kaca dari gurun dan memotong 20 sampel menjadi irisan tipis untuk dilihat di bawah mikroskop. Saat mengamati potongan-potongan itulah, para peneliti melihat partikel dan butiran yang tidak sesuai dengan apa yang ditemukan di wilayah berpasir.
Menurut pernyataan Brown University, beberapa peneliti menduga bahwa kaca tersebut dihasilkan dari kebarakan rumput di zaman dahulu kala, karena daerah tersebut tidak selalu berupa gurun yang luas. Selama era Pleistosen, wilayah ini memiliki pepohonan, lahan basah berumput serta sungai yang membentang dari pegunungan ke timur.
Kebakaran rumput yang besar mungkin telah terjadi, cukup panas untuk membakar tanah berpasir menjadi kaca yang licin. Namun, jumlah kaca yang ada di gurun saat ini dan beberapa karakteristik fisik pecahan membuat hipotesis ini hampir mustahil.
Baca Juga: Perhatian: Salah Satu Komet Terbesar Sedang Menuju ke Arah Kita!
Saat melakukan pengamatan, para peneliti menemukan bahwa kaca itu menunjukkan bukti adanya proses dipelintir dan digulung saat masih cair. Bukti ini konsisten dengan kaca yang terbentuk dari meteor besar yang jatuh ke bumi dengan ledakan di udara (airburst) yang menciptakan angin tornado.
Lebih lanjut pada kaca ditemukan mineral bernama zirkon yang cukup hangus untuk membentuk baddeleyite. Transisi dari zirkon ke baddeleyite terjadi pada suhu lebih dari 3.000 derajat Fahrenheit atau sekitar 1648,8 derajat Celcius, jauh lebih panas daripada suhu yang dapat dihasilkan oleh kebakaran rumput.
Dalam kasus ekstrim, suhu kebakaran rumput dapat mencapai 1.472 derajat Fahrenheit atau sekitar 800 derajat Celcius. Analisis kimia dari mineral kaca yang diidentifikasi hanya ditemukan di batuan mineral luar angkasa seperti cubanite, troilite, pyrrhotite lath dan lainnya.
“Mineral itulah yang memberi tahu kita bahwa objek ini memiliki semua tanda komet. Memiliki mineralogi yang sama, seperti yang kita lihat dalam sampel Stardust, kaca ini adalah bukti yang sangat kuat bahwa apa yang kita lihat adalah hasil dari ledakan komet di udara,” jelas Scott Harris, ahli geologi planet di Fernbank Science Center.
Baca Juga: Komet Temuan Terbaru Akan Berpapasan dengan Venus pada Desember 2021
Perihal waktu dari ledakan komet di atmosfer Bumi masih diperdebatkan. Tim peneliti juga tengah bekerja untuk menentukan usia pasti dari kaca untuk memastikan kapan peristiwa itu terjadi. Menurut Pete Schultz terlalu dini untuk mengatakan apakah ada hubungan sebab akibat atau tidak, tetapi yang dapat mereka katakan adalah peristiwa ini terjadi sekitar waktu yang sama dengan hilangnya megafauna.
“Ada juga kemungkinan bahwa ini benar-benar disaksikan oleh penduduk awal yang baru saja tiba di wilayah tersebut. Itu akan menjadi pertunjukkan yang cukup bagus,” pungkas Pete Schultz.
Baca Juga: Tata Surya Kedatangan Komet Terbesar dalam Sejarah Temuan Astronomi