Berkaca dari Gempa di Nepal

By , Selasa, 5 Mei 2015 | 10:30 WIB

Pada 1 April 2014, sebuah gempa 8,2 skala Richter mengguncang Cile utara. Enam orang tewas, 2.500 rumah hancur dan 80.000 warga terpaksa harus mengungsi. Setahun kemudian, gempa berskala 7,8 menyerang Nepal. Hingga kini terhitung lebih dari 6.200 korban tewas (dan angka itu masih bertambah), sejumlah kota dan desa hancur, rata dengan tanah dan jutaan orang kehilangan tempat tinggal.

Gempa di Cile tidak banyak dibahas media, sedangkan bencana di Nepal mengakibatkan kerusakan total dan menyeluruh. Bagaimana kedua gempa yang serupa tersebut dapat menimbulkan dampak yang berbeda?

Sebagian besar dari jawabannya, tentu saja, standar bangunan dan kekayaan.

Sejak terjadi gempa besar di Cile pada tahun 1960 (dengan kekuatan 9,5 skala Richter), dengan jumlah korban tewas 5.500 orang, negara itu telah melakukan sejumlah perubahan besar untuk memodernisasi bangunan-bangunan mereka, agar bisa tahan jika terjadi gempa besar.

Sedangkan di Nepal, hanya beberapa bangunan yang dibuat mengikuti standar, dan banyak yang runtuh ketika diguncang gempa.

Namun kekayaan dan peraturan standar bangunan belum menggambarkan seluruh kondisi: geologi di sana pun berbeda.

Nepal terletak di zona pertemuan antara dua lempeng benua (di mana India berbenturan dengan Asia) dan sesaran gempa Nepal pun tersembunyi: sebagian besar sesar tersebut terkubur di bawah tanah dan permukaan yang retak dengan cepat ditutupi oleh lumpur akibat hujan dan hutan lebat.

Selanjutnya, kecepatan tabrakan antar lempeng benua ini (sekitar 4,5cm setiap tahun) berarti bahwa gempa besar hanya menghantam Nepal sekali dalam beberapa dekade.

Pelajaran dari Cile

Sementara sesar di Cile terlihat sangat jelas – sebuah palung besar di dasar Samudera Pasifik di bawah Amerika Selatan bergeser dengan kecepatan hampir 10cm per tahun - dan gempa bumi besar yang terjadi setiap tahunnya, sehingga ketahanan terhadap gempa bumi menjadi prioritas.

Sebagai zona tabrakan antar lempeng benua, masalah yang dihadapi Nepal cukup sederhana dan telah dipelajari dengan cukup baik.

Memang, ahli geologi telah mengidentifikasi segmen sesar Nepal yang paling rentan hanya beberapa minggu sebelum gempa mematikan melanda.

Negara-negara lain yang terletak di zona tabrakan lempeng benua juga menghadapi masalah, karena sesar gempa tersebar luas terbentang sampai ribuan kilometer di dalam tanah.

Sepanjang Mediterania hingga Indonesia, terletak jaringan sesar gempa, yang diciptakan oleh penempaan lempeng Afrika, Arab dan India ke arah lempeng Eurasia. Kota-kota besar - termasuk Istanbul, Teheran, Tabriz dan Ashkhabad - terletak pada beberapa permukaan yang paling berbahaya di Bumi.

"Karena sesar kontinental tidak terlalu terbatas, mereka lebih jarang retak, dengan beberapa sesar yang retak hanya setiap beberapa ribu tahun - baik di luar memori manusia atau catatan sejarah," jelas James Jackson, seorang ahli geologi dari Universitas Cambridge, Inggris, yang mengepalai organisasi Earthquakes Without Frontiers, sebuah proyek untuk meningkatkan ketahanan terhadap gempa bumi.